Oleh: Dr. Harris Turino, ST., SH., MSi., MM – Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan
Dua minggu lalu saya sempat ngobrol dengan seorang CEO perusahaan raksasa yang salah satu unit bisnisnya adalah di agro industri. Ada dua hal utama yang harus dibenahi kalau memang masyarakat petani Indonesia ingin sejahtera melalui kedaulatan di bidang pangan.
Pertama adalah soal bibit. Pemilihan bibit unggul akan meningkatkan produktivitas hasil tani secara drastis. Dengan bibit yang biasa petani hanya bisa menghasilkan 4-6 ton per hektar sawah. Tetapi dengan bibit unggul hasilnya bisa mencapai 12 ton per hektar. Padahal biaya sewa lahan, pemupukan, pengairan dan insektisida persis sama. Demikian pula untuk padi. Pemilihan bibit yang unggul akan meningkatkan produktivitas tanaman, walau tidak setinggi dalam kasus jagung, tetapi bibit unggul akan lebih tahan terhadap hama.
Dulu pusat penelitian dan pengembangan bibit padi di Jawa Barat adalah salah satu yang terbesar di dunia. Ini mutlak harus lebih diberdayakan, dan bekerja sama dengan BRIN dan kalangan Universitas.
Kedua adalah soal tata kelola air. Karena mengandalkan air hujan, maka petani padi hanya bisa tanam dan panen satu kali dalam setahun. Padahal bila ini dikelola dengan baik, maka petani bisa tiga kali tanam dan panen dalam setahun. Tentu kesejahteraan petani akan semakin meningkat.
Kita perlu belajar dari banyak negara lain soal ini. Dalam lawatannya ke Tiongkok minggu lalu menteri PUPR kita “gagal pamer” ketika membanggakan bahwa Indonesia sudah membangun 61 bendungan besar dalam kurun waktu 10 tahun. Ministry of Water Resources Tiongkok cuman tersenyum dan menjelaskan bahwa di Tiongkok ada 98.000 bendungan. Ya 98.000. Apalagi definisi bendungan besar yang kita pakai berbeda. Kita mengacu pada International Commission On Large Dams (ICOLD), yang mendefinisikan bendungan besar apabila memiliki ketinggian 15 meter dengan kapasitas 500 ribu meter kubik. Sementara di Tiongkok yang namanya “besar” adalah memiliki kapasitas 100 juta meter kubik.
Bagaimana kalau dibandingkan dengan negara “kecil” seperti Korea Selatan yang luas wilayahnya hanya sebesar Propinsi Jawa Tengah? Data menunjukkan Korea Selatan memiliki 17.000 bendungan. Lah bagaimana mungkin kita bisa menang bersaing di kancah internasional dan bagaimana kita bisa berdaulat di bidang pangan, jika datanya seperti ini?
Maka tepat sekali tema yang diusung oleh PDI Perjuangan dalam Rakernas lalu, yaitu “Kedaulatan Pangan Untuk Kesejahteraan Rakyat Indonesia”. Rakernas itu sekaligus memberikan “kontrak politik” kepada calon Presiden yang diusung PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo, untuk membereskan soal pangan. Bahkan dalam pidatonya Presiden Jokowi, yang waktu itu hadir meminta agar Ganjar mulai menyusun strategi menuju ke kedaulatan pangan mulai dari sekarang dan mengimplementasikannya pada hari pertama Ganjar dilantik menjadi Presiden.
Saya yakin Ganjar yang dibantu oleh Mahfud MD akan mampu merealisasikannya. Soal kedaulatan pangan ini adalah soal mulut ratusan juta masyarakat Indonesia. Tidak boleh coba-coba, apalagi dipasrahkan pada orang yang terbukti tidak mampu merealisasikan food estate.