Pemerintah AS menerapkan tarif impor baru yang terdiri dari tarif timbal balik yang berlaku 5 April dan tarif universal untuk barang masuk pada 9 April 2025.
Indonesia berada di urutan ke delapan di daftar negara-negara yang terkena kenaikan tarif AS, dengan besaran 32 persen. Sekitar 60 negara bakal dikenai tarif timbal balik separuh dari tarif yang mereka berlakukan terhadap AS.
Berdasarkan daftar tersebut, Indonesia bukan negara satu-satunya di kawasan Asia Tenggara yang menjadi korban dagang AS. Ada pula Malaysia, Kamboja, Vietnam serta Thailand dengan masing-masing kenaikan tarif 24 persen, 49 persen, 46 persen, dan 36 persen.
Amerika mengklaim bahwa tarif timbal balik itu bertujuan untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja di dalam negeri. AS merasa dirugikan oleh banyak negara akibat praktik perdagangan yang dianggap tidak adil.
Selain itu, secara keseluruhan, tarif pemerintah Amerika terhadap barang impor dari China mencapai 54 persen. Sebagai tanggapan, Dewan Negara China mengumumkan pemberlakuan tarif tambahan sebesar 34 persen untuk semua barang dari AS. Keputusan tersebut mulai berlaku pada 10 April.
Sebelumnya, Trump sudah mengenakan tarif tambahan 25 persen untuk mobil yang diproduksi di luar AS mulai 3 April 2025 dan tarif 25 persen pada seluruh impor baja beserta aluminium.
Pemerintahan Trump pun telah mengenakan bea tambahan impor sebesar 20 persen terhadap barang-barang asal China. Adapun China pada Februari hingga Maret sudah mengumumkan tarif 15 persen untuk impor batu bara dan produk gas alam cair dari AS.
Masih ada juga tarif 10 persen untuk minyak mentah, mesin pertanian, dan mobil bermesin besar. Selanjutnya, Beijing menetapkan tarif tambahan hingga 15 persen untuk impor produk pertanian utama AS, termasuk ayam, babi, kedelai, dan daging sapi.
China tercatat eksportir terbesar kedua AS setelah Meksiko dan pasar ekspor terbesar ketiga AS setelah Kanada dan Meksiko. China tercatat mengekspor 426,9 miliar dolar AS ke AS berupa ponsel pintar, furnitur, mainan dan produk lainnya, tetapi juga membeli produk-produk AS seperti semikonduktor, bahan bakar fosil, barang pertanian dan barang lain senilai 147,8 miliar dolar AS.
Analis Doo Financial Futures Lukman Leong menilai pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah dipicu pernyataan Menteri Perdagangan (Mendag) Amerika Serikat (AS) Howard Lutnick yang memastikan penerapan tarif resiprokal AS tidak akan ditunda.
Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari ini di Jakarta melemah sebesar 169 poin atau 1,01 persen menjadi Rp16.822 per dolar AS dari sebelumnya Rp 16.653 per dolar AS.
“Sentimen risk off dipicu oleh pernyataan Mendag AS yang memastikan tarif tidak akan ditunda,” ujarnya.
Sementara itu, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 7 April 2025 memutuskan untuk melakukan intervensi di pasar off-shore (non deliverable forward/NDF) guna stabilisasi nilai tukar rupiah dari tingginya tekanan global.
“Tekanan terhadap nilai tukar rupiah telah terjadi di pasar off-shore (NDF) di tengah libur panjang pasar domestik dalam rangka Idul Fitri 1446 Hijriah,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso di Jakarta, Senin.
Kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan Pemerintah Amerika Serikat (AS) pada 2 April 2025 dan respons kebijakan retaliasi tarif oleh Pemerintah China pada 4 April 2025 telah menimbulkan gejolak pasar keuangan global, termasuk arus modal keluar dan tingginya tekanan pelemahan nilai tukar di banyak negara khususnya negara emerging market.
Intervensi di pasar off-shore dilakukan Bank Indonesia secara berkesinambungan di pasar Asia, Eropa, dan New York.
Ramdan menuturkan Bank Indonesia juga akan melakukan intervensi secara agresif di pasar domestik sejak awal pembukaan pada 8 April 2025 dengan intervensi di pasar valas (spot dan DNDF) serta pembelian SBN di pasar sekunder.
Selain itu, BI juga akan melakukan optimalisasi instrumen likuiditas rupiah untuk memastikan kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan domestik.
“Serangkaian langkah-langkah Bank Indonesia ini ditujukan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah serta menjaga kepercayaan pelaku pasar dan investor terhadap Indonesia,” ujar Ramdan.