Tarakan – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalimantan Utara (Kaltara) mengalami peningkatan selama empat tahun terakhir. Mirisnya meskipun kasus pelecehan seksual banyak terjadi, sampai sekarang penanganan mengenai hal ini tidak berjalan baik dan memuaskan.
Penanganan yang kurang tepat dan memadai terkadang membuat trauma berat bagi korban ketika mengalaminya. Kekerasan seksual menimbulkan berbagai efek negatif pada korban. Oleh karena itu semua musti serius menyikapi kasus ini.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) Kaltara, pada 2020 sebanyak 251 kasus, lalu pada 2021 terjadi 212 kasus dan terus naik di 2022 dengan 296 kasus serta 333 kasus pada 2023.
Pengamat sosial dari Nusakom Pratama Institut, Chandra Dewi melihat persoalan kekerasan terhadap anak semakin memperlihatkan supra kekuasaan dan tidak memberikan pengayoman maksimal terhadap warganya.
“Walau persoalan anak adalah tanggungjawab orang tua tetapi setidaknya pemerintah daerah abai memberikan edukasi dan perlindungan. Kemana Bunda Kaltara yang juga Ketua PKK berada? Mana kerja dinas yang terkait dengan perlindungan anak di Kaltara yang tidak memberikan perlindungan terhadap anak sama saja memusnahkan generasi penerus yang berkualitas di Kaltara?,” sergah Chandra Dewi dengan prihatin.
Dampak Sistemik
Tak hanya kasus kekerasan perempuan dan anak, kasus persetubuhan sudah mencapai 19 kasus di tahun ini. Angka ini mengalami peningkatan daripada tahun sebelumnya yang hanya mencapai 12 kasus.
“Meningkatnya kasus persetubuhan anak di bawah umur karena beberapa faktor. Misalnya faktor pendidikan hingga pengawasan daripada para orang tua yang tidak maksimal. Banyak anak yang tidak melanjutkan pendidikannya, mengakibatkan mereka terbatas dalam pengetahuan dan keterampilan. Padahal itu yang dibutuhkan untuk menghadapi kehidupan di masyarakat,” ungkap Dewi
Dewi menambahkan, dampak ini tidak hanya terbatas pada prestasi akademik, namun juga pada pengetahuan mereka tentang tindakan kriminal seperti pelecehan seksual, pencurian, dan penganiayaan.
Selain kasus persetubuhan anak, di Kaltara juga masih terus terjadi kasus pencabulan hingga Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
“Pendidikan menjadi salah satu langkah preventif. Untuk itu, pendidikan seharusnya menjadi prioritas utama untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak di Indonesia,” pungkasnya.