Jakarta – Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari mendorong publik untuk mempertimbangkan pengadilan rakyat (people’s tribunal) untuk mengungkap dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Pengadilan rakyat itu merupakan alternatif untuk mengungkap dugaan kecurangan pemilu yang telah meresahkan publik selain menggulirkan hak angket di DPR.
“Saya pikir publik harus memikirkan people’s tribunal untuk membongkar kecurangan dan DPR secara formil melakukan hak angket, membongkar kecurangan pemilu melalui proses penyelidikannya, keterlibatan struktur penyelenggara pemerintah.
Menjelaskan sistem kecurangan, dan dampak yang masif bagi pemilu,” katanya mengutip kanal Youtube Bambang Widjojanto, Selasa (5/3/2024).
Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas itu menyebut, bahwa dugaan kecurangan Pemilu 2024 sudah terpampang dengan jelas.
Dugaan kecurangan sejak sebelum pemungutan suara membuat rakyat gelisah, dan kegelisahan itu terkonfirmasi setelah menyaksikan film dokumenter “Dirty Vote”.
“Secara psikologis rakyat merasakan ada yang tidak beres pada pemilu.
Begitu menyaksikan film terkonfirmasi. Politisi, mahasiswa dan guru besar yang menyaksikan itu gelisah dan merasa tidak nyaman dengan situasi ini,” ujarnya seraya menyebut “Dirty Vote” sudah ditonton 35 juta kali.
Menurut Feri, publik sudah cukup layak untuk membuat pengadilan rakyat soal kecurangan pemilu dan masyarakat sipil bisa membuktikan betapa masifnya kecurangan yang terjadi.
Dia menyebut contoh pengadilan rakyat di Belanda yakni International People’s Tribunal untuk membahas kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia pada periode 1965-1966 oleh kelompok-kelompok masyarakat. Sidang digelar di Den Haag Belanda pada 10 November 2015.
Feri menjelaskan bahwa dugaan kecurangan Pemilu 2024 terkait dengan ‘abuse of power.’
Kecurangan tidak bisa hanya mempertimbangkan C Hasil, karena C Hasil dihasilkan dari proses kecurangan sebelum pencoblosan.
Kecurangan, ujarnya, dilakukan melalui ‘abuse of power’ dan pengadilan rakyat bisa memotret penyalahgunaan kekuasaan tersebut.
Mantan Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas itu juga menyebut bahwa “Dirty Vote” bisa menjadi bukti permulaan yang cukup untuk membongkar fakta, misalnya keterlibatan penyelenggara Pemilu 2024 dalam kecurangan.
“Kalau barang bukti dugaan kecurangan digelar pada hak angket maka akan terbongkar pelaku kecurangan sebenarnya,” ujarnya.
Feri menambahkan, publik siap membantu alat bukti yang dibutuhkan DPR untuk membuktikan kecurangan pada Pemilu 2024.