Jakarta – Hari terakhir Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) diwarnai putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan PDI Perjuangan terkait dugaan penggelembungan suara Pemilihan Legislatif DPR RI Daerah Pemilihan Kalimantan Selatan II.
Reaksi keras datang dari Sekretaris DPD PDI Perjuangan Kalimantan Selatan Berry Nahdian Furqon yang menyayangkan keputusan Majelis Hakim MK pada Senin, 10 Juni 2024.
Berry menilai, MK abai terhadai Keputusan Bawaslu RI yang menyatakan adanya penggelembungan suara Pemilu DPR di Dapil Kalsel II.
“Dalam keputusannya Bawaslu RI jelas membenarkan terjadinya penggelembungan suara namun fakta ini diabaikan oleh Hakim MK,” katanya.
Berry mengungkapkan, pada kasus ini penegakan hukum sangat lemah. Dia juga menilai, keputusan MK tersebut menambah daftar kontroversi yang terjadi sepanjang Pemilu 2024.
“Saat ini memang berat bagi pencari keadilan, ini semakin menunjukkan bahwa bukan saja pemilu kita bermasalah namun juga lemahnya penegakan hukum yg adil. Ini juga mengkonfirmasi bahwa pemilu lalu adalah pemilu yang paling brutal dalam perjalanan demokrasi bangsa ini,” tuturnya.
Meski keputusan MK bersifat final, Berry mengaku tetap menerima hasil sidang. Pihaknya kini bakal fokus pada konstestasi Pilkada serentak 27 November mendatang.
“Sebagai warga negara yang baik, tentu kami tidak bisa menghindar dan tidak bisa membantah dari keputusan MK tersebut walau kami tentu tidak puas. Selanjutnya biarlah rakyat yang menilai dan sejarah yang mencatat proses pemilu yang sarat kecurangan dan penyimpangan ini,” pungkasnya.
Hari ini, MK menolak gugatan PDI Perjuangan yang menuding adanya dugaan penggelembungan suara Pileg DPR di Dapil Kalsel II.
Hal tersebut usai Majelis Hakim MK yang diketuai Suhartoyo membacakan putusan pada sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU.
“Dalam pokok permohonan, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Suhartoyo membaca isi amar putusan MK.
Pada pertimbangannya, MK menilai putusan Bawaslu RI harus dikesampingkan. Pasalnya, Bawaslu dianggap melampaui kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
“Putusan Bawaslu RI a quo yang melakukan penghitungan mandiri berdasarkan data hasil pengawasan Bawaslu terhadap perolehan suara Pihak Terkait setelah penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional adalah tidak tepat dan melampaui kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan, sehingga harus dikesampingkan,” tutur Anggota Majelis Hakim MK, Guntur Hamzah.
Selain itu, MK menolak eksepsi Termohon yakni KPU berkenaan dengan kewenangan Mahkamah dan permohonan kabur.
MK juga menolak eksepsi Pihak Terkait yaitu Partai Amanat Nasional (PAN) berkenaan dengan kewenangan Mahkamah, tenggang waktu pengajuan permohonan, kedudukan hukum Pemohon, dan permohonan kabur.