Jakarta – Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo – Mahfud MD menilai seluruh rangkaian proses Pemilihan Umum 2024 menjadi sia-sia jika akhirnya diwarnai dengan kecurangan sangat masif seperti yang terjadi hari-hari ini.
Pernyataan itu disampaikan Ketua Tim Penjadwalan TPN Aria Bima dalam konferensi pers di Media Centre TPN, Cemara, Jakarta, Jumat, 16 Februari 2024.
Dimoderatori Direktur Eksekutif Komunikasi, Informasi, dan Juru Bicara TPN Tomi Aryanto, Aria Bima hadir bersama Deputi Kanal Media TPN Karaniya Dharmasputra, Deputi Hukum TPN Todung Mulya Lubis, Wakil Deputi Hukum TPN Firman Jaya Daeli, Wakil Direktur Eksekutif Kedeputian Hukum TPN Finsensius Mendrofa, dan Anggota Eksekutif Direktorat Penegakan Hukum dan Advokasi TPN Ricardo Simanjuntak.
“Untuk apa ada Pemilu jika akhirnya ‘diclosing’ dengan tindakan- yang menodai prinsip-prinsip etika demokrasi. Kalau seperti ini caranya, Pilkada nanti pun tak perlu ada. Cukup takut-takuti saja kepala desa atas pertanggungjawaban penggunaan anggaran dana desanya supaya calon kepala daerah itu bisa dapat suara banyak,” kata Aria Bima.
Politisi PDI Perjuangan ini menunjukkan maraknya kecurangan Pemilu 2024, mulai dari politisasi bansos, diskon pupuk bersubsidi, pembagian sertifikat tanah secara massif, penekanan aparat desa, tidak netralnya aparat, politik uang, hingga yang terbaru adanya manipulasi perolehan suara dalam sistem rekapitulasi KPU.
Aria Bima menekankan, TPN sejak awal yakin pasangan Ganjar-Mahfud merupakan capres-cawapres yang paling tepat memimpin Indonesia. Namun, semua kerja keras itu dikacaukan dalam proses penyelenggaraan Pemilu.
“Tentu ada motif kenapa dikacaukan. Kalau seperti ini caranya, untuk apa ada debat, kampanye akbar, pembentukan tim narasi, tim substansi, mengumpulkan tim intelektual pradebat dan lain-lain. Kami memperhatikan masukan publik terkait busana Pak Ganjar-Mahfud dari debat ke debat, juga memperbaiki cara jawaban saat debat. Tak ada artinya semua itu kalau akhirnya seperti ini. Bahkan merekap suara pun keliru. Tak perlulah ada pemilu kalau hasil akhirnya pun sudah diketahui sebelumnya,” kata Aria Bima berapi-api.
Terkait banyaknya kesalahan pada Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU, Aria Bima menekankan bahwa rakyat yang memberikan suara di TPS ingin mengerti apakah suaranya memberi dukungan berarti untuk calon pilihannya pada Pilpres dan Pileg.
Aria Bima mengingatkan agar penyelenggara pemilu tak main-main dengan suara rakyat. Sudah banyak terjadi, mereka yang main-main dengan memanipulasi rekap suara rakyat di TPS kena azab.
“Apa yang mereka lakukan itu tak hanya menyalahi hukum, tapi juga dosa. Sudah banyak buktinya di KPU Pusat sampai daerah. Baik yang mati karirnya, maupun yang tak lama kemudian meninggal dunia. Ini tak hanya urusan duniawi, tapi urusan hak yang diberikan Tuhan,” tegasnya.
Aria Bima juga menegaskan, pihaknya bertanggungjawab untuk mengawal betul suara pemilih. Ia mengaku mendengar laporan banyak usulan dari para saksi di daerah untuk tidak memberikan tanda tangan dokumen penghitungan di TPS, terutama karena proses jalannya pemilu yang tidak wajar dan penuh anomali.
“Namun, setelah akhirnya menandatangani hasil penghitungan suara, rekapnya pun dikacaukan. Kami harapkan KPU dapat menanggulangi kecerobohannya. Apakah cukup pengakuan kekeliruan konversi 2.325 TPS ke dalam Sirekap hanya diselesaikan dengan permintaan maaf?” kata Aria Bima merujuk pada pernyataan Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari.
**