Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menolak permohonan yang diajukan Partai Demokrat.
Latarnya, KPU RI menilai permohonan yang diajukan itu dapat mengganggu persiapan Pilkada 2024 mendatang.
“Perlu dipahami permohonan yang diajukan pemohon dalam perkara a quo dapat mengganggu agenda negara lainnya, seperti kelanjutan tahapan pemilu dan persiapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah,” kata Kuasa Hukum KPU RI Josua Victor dalam sidang perkara 286-01-14-16/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024, di gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta Pusat, pada Selasa (13/8/2024).
KPU menilai putusan MK untuk perkara 183-01-14-16/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 telah bersifat final dan mengikat. Menurutnya, MK tidak dapat menerima permohonan dari Demokrat.
“Setelah dapat putusan tidak ada lagi forum peradilan yang dapat ditempuh atas putusan tersebut. Dengan demikian, putusan MK dalam perkara a quo juga tidak dapat dan tidak ada peluang untuk mengajukan upaya hukum, termasuk pengajuan permohonan lagi dari perkara yang sama,” papar Josua
dari Kantor Hukum Law Office Josua Victor And Partners.
“Jika hal sebagaimana itu terjadi, maka MK telah keluar dari asas erga ormes dan berimplikasi pada terhambatnya penyelenggara negara yang disebabkan adanya permohonan perselisihan PHPU DPR, DPRD secara terus menerus yang tidak diketahui sampai kapan berakhir, dalam hal ini merugikan termohon dalam keterbatasan waktu yang saat ini sedang menyiapkan pemilihan kepala daerah serentak 2024,” ujarnya.
KPU juga membantah dalil Demokrat yang menyebut ada pelanggaran pada pelaksanaan putusan MK.
Selain itu, KPU juga menilai telah melaksanakan putusan MK dengan tepat.
“Menurut termohon pernyataan itu mengada-ada dan tidak berdasar dikarenakan faktanya termohon sudah melakukan rangkaian pelaksanaan amar putusan, yaitu penyandingan perolehan suara C Hasil DPR dan D Hasil kecamatan pada 74 TPS,” sambungnya.
KPU kemudian juga menjelaskan terkait adanya pembukaan kotak suara tanpa dihadiri parpol yang didalilkan oleh Demokrat.
KPU menyampaikan pembukaan kotak suara itu untuk pengumpulan alat bukti dalam perkara 183-01-14-16/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 yang saat itu proses persidangannya masih berlangsung.
“Pembukaan kotak surat suara dilakukan untuk pengumpulan alat bukti untuk sengketa dalam perkara 183 bukan untuk dalam perkara a quo (yang diajukan saat ini),” tuturnya.
Sebelumnya, Demokrat kembali mengajukan permohonan Pileg DPR 2024 untuk Dapil Banten II ke MK.
Dalam permohonan itu, Demokrat menyebutkan KPU tak melaksanakan putusan MK dengan benar.
Demokrat kemudian menyatakan hasil penghitungan perolehan suara ulang di Kota Serang yang merupakan tindak lanjut dari putusan MK dilakukan KPU secara tidak sah.
Kuasa hukum pemohon, Andi Safrani, mengatakan Demokrat memperoleh 142.129 suara dan PDIP 142.154 suara atau selisih 25 suara berdasarkan SK KPU untuk Pileg DPR di dapil Banten II. Andi mengatakan Demokrat mendapatkan suara 142.279 atau unggul 125 suara dari PDIP.
“Berdasarkan SK yang diterbitkan oleh termohon, suara partai politik untuk Demokrat ditetapkan sejumlah 142.279, sedangkan PDIP 142.154. Menurut kami, ini adalah perolehan yang keliru. Sedangkan menurut versi termohon, PDIP 142.154, sedangkan Demokrat 142.129. Jadi versi kami sesungguhnya pemohon masih tetap unggul dari PDIP dengan selisih 125 suara,” ujar Andi.
Demokrat menilai KPU memiliki niat melaksanakan putusan MK dengan tidak sesuai amar putusan.
Dia mengatakan KPU tidak mengikutsertakan para peserta pemilu dalam pembukaan kotak suara.
Mahkamah Konstitusi (MK) berencana membacakan putusan dismissal terhadap gugatan Pemohon ini, Rabu besok (14/8/2024).
Majelis hakim melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) guna menentukan dilanjutkan atau tidaknya gugatan ini.***