Jakarta – Monash University dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) merilis temuan tentang ujaran kebencian selama masa kampanye Pemilu 2024. Penelitian dilakukan mulai September 2023 hingga Januari 2024 dengan memantau aktivitas di platform media sosial Facebook, Instagram, dan X (dulu Twitter).
Sebanyak 67 kata kunci digunakan untuk memantau percakapan berkaitan dengan pemilu dan tujuh kelompok minoritas yakni Kristen, Katolik, Tionghoa, Syiah, Ahmadiyah, Lesbian, Biseksual, Transgender, dan Queer (LGBTQ), serta penyandang disabilitas. Sementara penggunaan ujaran kebencian dikelompokkkan dalam dalam enam kategori, yakni serangan terhadap identitas, hinaan, ancaman/hasutan, kata-kata kotor, seksual/vulgar, dan lainnya.
Ternyata ujaran kebencian paling banyak muncul di X sebanyak 51,2 persen. selanjutnya di Facebook sebanyak 45,15 persen dan Instagram 3,34 persen.
“Jumlah ujaran kebencian tertinggi terjadi dua hari setelah debat calon presiden pada 7 Januari 2024 yang bertema Pertahanan, Keamanan, Hubungan Internasional, dan Geopolitik,” tutur Ika Idris, peneliti dari Monash University (12/2).
Sekretaris AJI Indonesia Ika Ningtyas menyebutkan, AJI menginisiasi kolaborasi pemantauan ujaran kebencian untuk melihat tren ujaran kebencian secara daring dan mendorong jurnalis memproduksi pemberitaan yang mendukung keberagaman dan penguatan hak- kelompok minoritas. Ujaran kebencian pada pemilu 2014 dan 2019 terbukti digunakan untuk meraup suara pemilih sehingga memicu polarisasi.
“Masalahnya, sejumlah media massa mengamplifikasi narasi kebencian yang diproduksi pasukan siber di media sosial tanpa kontrol yang ketat,” kata Ika.
AJI melihat pentingnya penghapusan ujaran kebencian secara daring karena memengaruhi opini publik. Ujaran tersebut dapat diakses melalui internet di mana saja dan kapan saja, sehingga pada kondisi sosial yang tidak menentu. Misalnya pada masa kampanye di mana perbedaan preferensi politik semakin menguat. Ujaran kebencian berpotensi memicu perselisihan sosial. Untuk itu diperlukan keterlibatan aktif dari berbagai pihak untuk menghentikan penyebaran informasi berbahaya, demi mendorong penggunaan internet yang aman dan ramah.