Jakarta – Niat hati hanya membagikan apa yang dialaminya, seniman Butet Kartaredjasa malah diadukan ke Bareskrim Polri. Beberapa hari yang lalu (1/12) Butet membuat pengakuan bahwa ada aparat kepolisian menemuinya, melakukan “intimidasi” sebelum pementasan teater di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Polisi minta Butet membuat surat pernyataan pernyataan agar tidak menampilkan pertunjukan yang mengandung unsur politik. Meski permintaan polisi dipenuhi, panitia tetap menggelar pertunjukan dengan judul Musuh Bebuyutan, lakon ke-41 dari forum budaya Indonesia Kaya.
Wakil Ketua Umum Lingkar Advokat Nusantara (LISAN), Ahmad Fatoni, menilai pengakuan Butet soal ‘intimidasi’ sebelum pertunjukan teater di TIM tersebut merupakan berita bohong (hoax). Sebab, menurutnya, pernyataan itu telah dibantah oleh polisi dan panitia pelaksana. Apalagi hingga akhir pagelaran itu tidak ada permasalahan apapun.
“Yang bersangkutan (Butet) menyampaikan adanya intimidasi dari pihak kepolisian dalam hal menggelar pentas seni pada tanggal 1 Desember di TIM. Pernyataan Pak Butet ini sudah diklarifikasi oleh panitia penyelenggara yang dalam hal ini secara langsung mengurus perizinan. Bahwa pihak panitia menyampaikan tidak pernah ada intimidasi dari pihak kepolisian,” kata Fatoni kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan (7/12).
“Selanjutnya juga dari Kadiv Humas Polri juga sudah menyampaikan hal yang sama, tidak ada intimidasi dari pihak kepolisian terhadap acara tersebut, khususnya kepada Pak Butet,” sambungnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, turut berkomentar tentang hal ini. Ia memperingatkan agar kejadian seperti itu jangan terulang lagi.
“Seniman punya hak berpolitik, punya hak menyampaikan sikap dan ekspresi. Tapi, harus berjiwa negarawan. Gunakan politik keadaban, politik jalan tengah yang bisa mencerahkan, jangan melakukan provokasi yang membuat stabilitas menjadi runyam,” katanya.
Dalam pertunjukan Teater Indonesia Kita bertajuk ‘Musuh Bebuyutan’ itu menampilkan sejumlah tokoh di antaranya Cak Lontong, Inayah Wahid, Butet Kartaredjasa , Marwoto, hingga Happy Salma. Tak jarang para pemain teater melempar kritik terhadap pemerintahan saat ini mulai dari nepotisme hingga masalah demokrasi di Tanah Air. “Ini wilayah IKN, Ikatan Keluarga Nepotisme,” celetuk salah satu pemain teater.
“Pak, ini negara semua orang boleh dagang, mau dagang jamu, mau dagang isu semua bisa, bapak jangan macam-macam,” timpal Inayah Wahid, putri bungsu Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur).