Jakarta — Pemerintah Republik Indonesia berhasil meraih dukungan penuh dari Sidang Umum UNESCO untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi. Pengukuhannya sebagai bahasa ke-10 yang diakui berlangsung dalam sebuah forum resmi di UNESCO pada Senin (20/11).
Duta Besar Republik Indonesia untuk Prancis, Andorra, Monako, Mohamad Oemar, dalam keterangannya di Jakarta menyatakan bahwa penetapan tersebut menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ke-10 yang diakui Konferensi Umum UNESCO, di samping bahasa Inggris, Arab, Mandarin, Prancis, Spanyol, Rusia, Hindi, Italia, dan Portugis.
Keputusan ini merupakan langkah de jure yang mengikuti jejak langkah-langkah de facto Pemerintah Indonesia dalam memperluas penutur bahasa Indonesia di 52 negara.
Usulan ini muncul sebagai implementasi dari amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Pasal 44 Ayat (1) undang-undang tersebut memberikan mandat kepada Pemerintah untuk meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan.
Dalam presentasi proposal Indonesia, Duta Besar Mohamad Oemar, Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, menekankan bahwa Bahasa Indonesia, dengan lebih dari 275 juta penutur, telah menjadi kekuatan penyatu bangsa sejak masa pra-kemerdekaan, terutama melalui Sumpah Pemuda pada tahun 1928.
“Dengan masuknya kurikulum Bahasa Indonesia di 52 negara dengan setidaknya 150.000 penutur asing saat ini,” kata Oemar, Selasa (21/11).
Oemar mengungkapkan bahwa kepemimpinan aktif Indonesia di tataran global dimulai sejak Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955, yang menjadi cikal bakal terbentuknya Kelompok Negara Non-Blok.
Indonesia memiliki komitmen kuat untuk terus berperan dan memberikan kontribusi positif pada dunia internasional, seperti yang terlihat melalui peran keketuaan Indonesia di forum G20 tahun 2022 dan ASEAN tahun 2023 ini.