World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa saat ini setidaknya 354 juta orang di dunia mengidap hepatitis, dan setiap tahun sekitar satu juta orang mati karenanya. Meski bukan termasuk penyakit dengan tingkat kematina terbanyak, penyakit ini harus diwaspadai. Pasalnya, 90 persen pengidap hepatitis tidak menyadari tentang status infeksi mereka.
“Meski memiliki obat dan alat canggih untuk menghentikan hepatitis, tetapi jutaan orang di seluruh dunia hidup dengan hepatitis yang tidak terdiagnosis,” ungkap Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Hepatitis memiliki limavarian , yaitu hepatitis A (HAV), hepatitis B (HBV), hepatitis C (HCV), hepatitis D (HDV), dan hepatitis E (HEV). Dari kelimanya, hepatitis B dan C merupakan yang paling mematikan. Sekitar 354 juta orang di seluruh dunia hidup dengan hepatitis B dan hepatitis C, dan jutaan lainnya berisiko penyakit hati kronis, kanker, atau kematian akibat virus hepatitis setiap tahun.
Sebanyak 6,1 persen populasi di Afrika hidup dengan hepatitis B, sementara itu ditemukan juga pada 6,2 persen populasi Pasifik Barat. Sekitar 2,3 persen populasi di Mediterania Timur dan 1,5 persen populasi Eropa hidup dengan hepatitis C. Sementara itu, hepatitis A paling sering terjadi di daerah berpenghasilan rendah dengan kebersihan yang buruk. Sementara hepatitis E dapat ditemukan pada hewan peliharaan dan hewan liar.
Di Indonesia diperkirakan ada sekitar 20 juta orang menderita hepatitis dengan prevalensi tertinggi pada kasus hepatitis B. CDA Foundation mencatat angka kematian akibat hepatitis B di Indonesia mencapai 51.100 setiap tahun dan kematian akibat hepatitis C sebesar 5.942. Menurut data BPJS Kesehatan, 2.159 orang meninggal karena sirosis dan kanker hati, yang merupakan dampak dari hepatitis kronis yang biasanya dialami orang dengan hepatitis B pada stadium lanjut.