Raijua – Di ujung selatan Indonesia, terdapat sebuah ikon yang diyakini sebagai tapak kaki Maja di desa Kolorae, Raijua, Kabupaten Sabu Raijua, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Selain tapak kaki sebagai bukti kesaktian Maja, masih ada bukti-bukti lain sebagai peninggalan Maja seperti batu-batu keramat untuk ritual, rumah adat, cambuk, tombak, pedang, sumur, baju zirah.
Semua benda tersebut masih tetap tersimpan hingga saat ini dan mempunyai fungsi dan perannya masing-masing di Desa Kolorae, Pulau Raijua, Kabupaten Sabu Raijua.
Nikxon Riwu sebagai penutur histori saat menyambut peserta Festival Niki Maja 2 ini menyampaikan alasan masyarakat Raijua meyakini orang Raijua adalah Niki Maja.
”Dari cerita para leluhur orang Raijua, tapak kaki yang diyakini tapak kaki Gadjah Mada ini ditemukan sebelum penjajahan Portugis oleh dua bersaudara yaitu Lulu Raba dan Egi Raba,” ungkapnya.
Diceritakan, Maja merupakan anak laki-laki dari seorang ibu bernama Piga Jami dan memiliki seorang saudari bernama Banni Lena Jami Kore Rohi atau dikenal dengan nama Banni Ked’o. Maja juga memiliki seorang putera bernama Niki Maja.
Maja adalah seseorang yang memiliki kesaktian luar biasa (Sakti Mandraguna). Apa pun yang dikehendaki Maja pasti akan terwujud. Salah satu bukti kesaktian Maja adalah tapak kakinya sendiri di atas batu yang keras.
“Adanya tapak kaki di atas batu karena Maja pernah menggetarkan jagat raya dengan hentakan kaki di atas batu ketika melangkah. Mengapa ada hentakan kaki untuk menggetarkan jagat raya? Karena Maja memiliki prinsip ’langit Harus Dijunjung, Angkasa tak boleh diraih dan laut harus bergelora, dan tanah harus penuh kesuburan’,” tutur Nixon.
Maksud dari prinsip ini adalah agar manusia tidak tertimpa musibah yang turun dari atas, serangan musuh dari luar dan tetap sejahtera. Selain itu, alasan Maja hentakan kaki di atas batu keras karena tanah tidak mampu menahan kesaktian dan berat badan Maja.
Pada zaman dahulu, tapak kaki yang ada tidak boleh disebut dengan tapak kaki Maja melainkan harus disebut sebagai tapak kaki Hira (Hira Rai Bawe Liru) yang artinya melindungi sesama dari musibah.