Jakarta – Pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini masih jauh dari ideal. Salah satu indikasinya nampak dari rasio dokter yang berada di angka 0,47 atau peringkat ke-147 di dunia. Bahkan di lingkup ASEAN, Indonesia berada di urutan tiga terbawah. Tak hanya itu, data dari Kemenkes menunjukkan Indonesia kekurangan 124 ribu tenaga dokter umum dan 29 ribu tenaga dokter spesialis. Di sisi lain, setiap tahunnya Indonesia hanya mengeluarkan 2.700 lulusan dokter spesialis. Itu pun distribusinya tak merata dan terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Guna mengatasi persoalan tersebut, hari ini (6/5) pemerintah meresmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit Pendidikan sebagai Penyelenggara Utama atau Hospital Based (PPDS RSPPU). Acara peresmian digelar di halaman RS Anak dan Bunda Harapan Kita, Jalan Letjen S Parman, Jakarta. Program ini diharapkan dapat menjadi solusi beberapa persoalan pelayanan kesehatan. Mulai dari tak meratanya distribusi dokter spesialis, hingga biaya pendidikan mahal bagi calon dokter spesialis.
“Kita ingin membangun ini untuk address masalah ini yang utama sudah 79 tahun tidak pernah bisa kita selesaikan sejak Indonesia merdeka, yaitu distribusi dokter yang tidak merata,” kata Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dalam sambutannya.
Selanjutnya, penerintah juga akan mengafirmasi para dokter umum yang ingin melanjutkan studi dokter spesialis berbasis RS. Nantinya, lulusan dokter spesialis berbasis rumah sakit yang mengabdi di Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) luar pulau Jawa akan langsung diangkat menjadi PNS.
Dalam memberikan pendidikan bagi calon dokter spesialis, sebanyak 420 RS pendidikan akan didampingi oleh 24 Fakultas Kedokteran. Budi juga menjamin para calon dokter spesialis dibebaskan dari biaya pendidikan, bahkan akan mendapatkan gaji serta hak-hak lainnya sebagai tenaga kerja karena masuk ke dalam sistem kontrak setiap RS.