Korea Selatan – Aksi pemogokan dokter di Korea Selatan yang terus berlanjut akhirnya memakan korban jiwa. Seorang wanita lansia dilaporkan meninggal dunia setelah harus menunggu selama lima jam untuk menjalani operasi jantung.
Pihak keluarga mengatakan lansia itu datang ke rumah sakit di Gyeongsang selatan dengan keluhan nyeri dada. Namun enam rumah sakit di sana menolak menanganinya. Hingga kemudian sebuah rumah sakit di Busan bersedia menerimanya. Sayangnya, rumah sakit itu tidak memiliki tim medis untuk mengoperasinya. Ia kemudian dirujuk ke rumah sakit lain, tetapi meninggal dunia saat akan menjalani operasi.
“Sangat disayangkan bahwa kemungkinan kesempatan hidupnya hilang karena kekosongan tim medis, meskipun saya tidak bisa memastikan apakah dia akan selamat jika segera dioperasi,” kata putri lansia tersebut.
Dalam beberapa bulan terakhir, Korea Selatan dilanda pemogokan dokter secara besar-besaran. Semua bermula dari keputusan pemerintah untuk menambah kuota mahasiswa kedokteran tahunan dari 3.000 menjadi 5.000 orang. Hal ini karena Korea Selatan memiliki rasio dokter-pasien 2,1:1.000. Artinya, ada kekurangan jumlah dokter yang sangat serius.
Keputusan itu ditolak para dokter. Mereka menilai keputusan itu justru akan menambah masalah. Pasalnya, para dokter mengaku selama ini mendapat upah rendah, jam kerja yang berlebihan, serta kondisi lingkungan kerja tidak kondusif. Semua itu tersebut membuat kualitas pelayanan menjadi sangat buruk.
Walau mendapat penentangan keras, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol bersikeras tidak akan membatalkan keputusannya meningkatkan penerimaan sekolah kedokteran. Bahkan ia menuding para dokter yang mogok berperilaku seperti ‘kartel’.