Jakarta – Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 3 Mahfud MD menegaskan, belum saatnya untuk memberikan selamat kepada paslon nomor 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pilpres 2024.
Menurutnya, kepastian pemenang Pilpres 2024 setelah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang telah didaftarkan oleh paslon 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin) pada Kamis (21/3/2024) dan paslon nomor 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD pada Sabtu (23/3/2024).
“Kami menahan diri. Ketuk palu dulu supaya rakyat melihat teater hukum tata negara. Jika harus itu keputusannya, maka sebagai anak bangsa kami berjiwa besar,” kata Mahfud dikutip dari Podcast Prof Rhenald Kasali, Senin (25/3/2024).
Dia menegaskan, paslon nomor 03 belum kalah dalam Pilpres 2024. Berdasarkan mekanisme yang disediakan konstitusi dan prosedur hukum, masih agak jauh untuk menentukan kekalahan dan kemenangan karena masih ada jalur hukum di MK dan jalur politik berupa hak angket untuk memproses dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan massif (TSM) pada proses Pilpres 2024.
Apapun hasil peradilan MK, kata Mahfud, akan tetap menempuh jalur hukum. Karena bagi orang yang belajar hukum tata negara, MK menjadi panggung teater untuk penyadaran hukum bagi masyarakat di seluruh dunia.
“Ini untuk mengedukasi agar masyarakat mengetahui masalahnya. Nanti akan terjadi perdebatan di panggung MK,” tukasnya.
Saksi Ketakutan
Pada kesempatan itu, Mahfud menyatakan, telah mempersiapkan bukti dan saksi ke persidangan yang diperkirakan akan dimulai, pekan ini. Namun, sejumlah saksi mengundurkan diri karena banyak yang takut bersaksi di persidangan.
Mantan hakim konstitusi itu menyebut, MK di beberapa negara pernah membatalkan hasil pemilu dan setidaknya 7 negara membatalkan seorang presiden terpilih, misalnya di Kenya, Bolivia, Thailand, dan Ukraina. Faktor pembatalan umumnya dilandasi faktor kecurangan.
Sementara itu, Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis menjelaskan, pengajuan permohonan PHPU dilatarbelakangi nepotisme dan abuse of power yang terjadi di seluruh Indonesia. Hal itu menjadikan Pilpres 2024 sebagai pengkhianatan terhadap UUD 1945 dan mengancam keberlangsungan demokrasi di Indonesia.
“Penyelenggaraan Pilpres 2024 yang sudah ditentukan hasilnya melalui cara-cara yang melawan hukum dan melanggar etika merupakan lonceng kematian bagi tatanan sosial-politik di Indonesia,” kata Todung di Gedung Mk, Jakarta, Sabtu (23/3/2024).
Demi memastikan demokrasi tetap ditegakkan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), MK sebagai pelindung demokrasi dan konstitusi perlu bersikap tegas.
Sikap itu, jelas Todung, pertama mendiskualifikasi paslon nomor urut 02, yang menjadi sumber dari segala nepotisme yang terjadi di Pilpres 2024. Kedua, melakukan pemungutan suara ulang di seluruh wilayah NKRI.
Tim Kuasa Hukum Ganjar-Mahfud mencatat pelanggaran prosedur dalam setiap tahapan Pilpres 2024. Paling jelas, kata Todung, yakni penerimaan pendaftaran pasangan calon nomor urut 02 yang tidak memenuhi syarat dalam PKPU No. 19/2023. Pelanggaran selanjutnya terjadi beruntun, yaitu verifikasi yang tidak berdasarkan PKPU No. 19/2023.
Selanjutnya, terdapat kejanggalan dan kesalahan data Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024. Pada hari pemungutan suara, pelanggaran juga banyak terjadi, mulai dari ketidaksesuaian jadwal, hingga surat suara yang telah tercoblos.
Todung menyesalkan pelanggaran juga masih terjadi pasca pemungutan suara. Misalnya, KPPS tidak memberikan C Hasil Salinan, hingga ketidak sesuaian jumlah surat suara dengan jumlah pemilih. Selain itu, terdapat juga kejanggalan dan pelanggaran sesudahnya, sehingga membuat gaduh. Todung menuding terjadi pelanggaran yang pada intinya berupa penggunaan teknologi informasi yang problematika dan menyesatkan melalui penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap).