”Kesamaan visi dan misi ini memberikan harapan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran akan mampu membawa Indonesia menuju target ‘Indonesia Emas 2045’. Namun, visi besar tersebut membutuhkan kepastian dalam hal implementasi,” kata Iwan.
Jakarta – Ketua Umum JAMAN Iwan Dwi Laksono menegaskan, visi besar yang diusung oleh Prabowo-Gibran tentang kedaulatan pangan, energi, maritim, industri, serta pengembangan iptek sejalan dengan ’Pancalogi Kedaulatan’ yang selama ini menjadi pijakan utama JAMAN dalam berkarya untuk bangsa dan negara.
Karena itu, Iwan melanjutkan, JAMAN meyakini bahwa komitmen terhadap agenda kemandirian nasional dan kedaulatan harus diwujudkan melalui langkah-langkah konkret dan kebijakan yang terarah, serta memastikan bahwa setiap langkah yang diambil benar-benar on the track untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
”Dalam hal ini, JAMAN siap untuk berperan aktif dalam mengawal jalannya pemerintahan Prabowo-Gibran. JAMAN akan terus memberikan dukungan sekaligus mengawasi implementasi kebijakan-kebijakan yang sejalan dengan visi kemandirian dan kedaulatan nasional,” ungkapnya.
Ia menggarisbawahi, pengawalan ini menjadi penting agar upaya yang dilakukan tidak hanya berjalan sesuai rencana, tetapi juga memberikan dampak positif bagi masyarakat dan kemajuan bangsa.
Menurut Iwan, sebagai ormas yang memiliki komitmen kuat terhadap kemandirian nasional, JAMAN percaya bahwa melalui kerjasama yang erat dengan seluruh elemen masyarakat, termasuk pemerintah, visi besar menuju ‘Indonesia Emas 2045’ dapat tercapai.
“JAMAN akan terus hadir sebagai mitra strategis bagi pemerintahan Prabowo-Gibran untuk mewujudkan kemandirian pangan, kemandirian energi, Kemandirian maritim, kemandirian industri, dan kemandirian IPTEK. Dengan Kemandirian Nasional maka JAMAN yakin pemerintahan Prabowo-Gibran dapat mewujudkan masa depan Indonesia yang adil, makmur, dan berdaulat,” tuturnya.
Pentingnya kedaulatan dan kemandirian bangsa harus diselesaikan bersama-sama, seperti kedaulatan pangan yang berdasarkan kondisi saat ini Indonesia masih sangat bergantung pada impor pangan.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, Indonesia mengimpor sekitar 2,7 juta ton beras Seperti dari Thailand, Vietnam. Selain itu, impor kedelai pada 2023 mencapai 2,6 juta ton.Luas lahan sawah di Indonesia pun terus berkurang.
Pada 2024, luas lahan sawah di Indonesia pada mengalami penurunan, dengan data terbaru menunjukkan sekitar 7,4 juta hektar, yang turun dari tahun-tahun sebelumnya. Meski begitu, produksi padi tetap mencapai sekitar 54,7 juta ton pada 2023. Ketahanan pangan menjadi tantangan besar, terlihat dari posisi Indonesia di Global Hunger Index 2023 yang menempati peringkat ke-77 dari 121 negara, mengindikasikan adanya tantangan signifikan dalam mencapai kemandirian pangan
Adapun terkait Kedaulatan Energi, menurut Kementerian ESDM, konsumsi energi primer Indonesia pada 2022 mencapai 176,9 juta ton setara minyak (Mtoe), di mana 75% berasal dari sumber energi fosil, yaitu batu bara, minyak bumi, dan gas.Sementara itu, potensi energi terbarukan yang melimpah, seperti tenaga surya, belum dimanfaatkan secara optimal. Indonesia memiliki potensi 207,8 GW energi surya, namun baru sekitar 0,15% dari potensi tersebut yang dikembangkan (sekitar 314 MW).
“Mirisnya Indonesia juga masih memiliki subsidi energi yang cukup besar. subsidi energi mencapai Rp 500-an triliun, terutama untuk bahan bakar fosil, yang menekan anggaran negara dan menghambat transisi ke energi hijau,” papar Iwan.
Pada sektor Kedaulatan Maritim, Indonesia kehilangan potensi ekonomi sekitar Rp 30 triliun per tahun akibat illegal fishing oleh kapal asing di wilayah perairan Indonesia. Menurut KKP, lebih dari 6.500 kapal asing terlibat dalam praktik illegal fishing di perairan Indonesia setiap tahunnya.
Selain itu, infrastruktur pelabuhan di Indonesia masih jauh tertinggal. Menurut World Bank, Port Liner Shipping Connectivity Index (PLSCI) Indonesia berada di peringkat 8 di ASEAN (setelah Singapura, Malaysia, dan Thailand).
Dalam hal kedaulatan industri, kita masih bergantung pada impor bahan baku. Data dari Kemenperin menunjukkan bahwa sekitar 50% bahan baku industri dalam negeri masih diimpor, terutama dari China dan negara-negara lain di Asia. Sehingga Mengurangi ketergantungan impor bahan baku sebesar 10% per tahun dengan mendorong pengembangan industri hilir yang berbasis sumber daya alam domestik.
Terakhir dalam Kedaulatan IPTEK, Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain, dengan kontribusi riset dan pengembangan terhadap PDB hanya sekitar 0,28% pada 2023. Ini jauh di bawah negara-negara maju yang rata-rata mencapai 2%-3% dan ini di bawah negara tetangga seperti Malaysia (1,3%) dan Korea Selatan (4,8%).
Indonesia menghadapi kesenjangan SDM di bidang IPTEK. Data dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukkan bahwa Indonesia hanya memiliki 1.070 peneliti per satu juta penduduk, jauh di bawah standar internasional yang ideal (sekitar 4.000 peneliti per satu juta penduduk).
“JAMAN akan bersama pemerintahan ke depan mengawal persoalan-persoalan ini, sehingga fakta-fakta yang masih penuh tantangan terkait kedaulatan dan kemandirian bangsa bisa kita selesaikan secara bertahap,” pungkas Iwan.