Washington DC – Komisi Perdagangan Federal Amerika serikat atau Federal Trade Commission (FTC) menjatuhkan hukuman denda sebesar US$16,5 juta pada perusahaan keamanan siber Avast. Pasalnya, perusahaan asal Republik Ceko ini terbukti menjual data riwayat pencarian milik penggunanya. Praktik ini sudah dilakukan sejak tahun 2024 hingga 2020 melalui software antivirus dan ekstensi browser buatannya.
Dari data itu, Avast bisa mendapatkan informasi soal agama, masalah kesehatan, pandangan politik, lokasi, hingga status keuangan pelanggan. Avast kemudian menyimpan data-data ini dan menjualnya ke lebih dari 100 perusahaan pihak ketiga tanpa izin pelanggan.
“Meski kami tidak setuju dengan tuduhan FTC, kami dengan senang hati menyelesaikan masalah ini dan berharap bisa terus melayani jutaan pelanggan di seluruh dunia,” kata juru bicara Avast, Jess Monney, seperti dikutip dari The Verge.
Motherboard dan PCMag sebenarnya pernah mencoba mengungkap kasus ini pada tahun 2020. Ketika laporan investigasinya dipublikasikan, Avast langsung memberi bantahan sembari menutup program pengumpulan data yang disbeut Jumpashot. Saat itu Avast bersikeras telah menghapus informasi data pelanggan sebelum menjualnya ke pihak lain. Namun dari penyelidikan FTC, Avast tidak menghapus sepenuhnya karena anonimintasnya kurang memadai.
Avast mengakuisisi Jumpshot, perusahaan antivirus pesaing, pada awal tahun 2014. Dari tahun 2014 hingga 2020, Jumpshot menjual informasi penjelajahan yang dikumpulkan Avast kepada perusahaan konsultan, perusahaan investasi, biro iklan, dan pialang data. Data tersebut memberikan pembelinya profil detail pengguna internet, sehingga memungkinkan Jumpshot dan pembelinya melacak individu di berbagai domain dari waktu ke waktu. Berbekal data tersebut, pembeli dapat terlibat dalam aktivitas seperti pengiriman pesan yang ditargetkan kepada konsumen dan bisnis.