Jakarta – Tak dapat dipungkiri bahwa negara tetangga, Singapura semakin menunjukan eksistensinya sebagai negara maju. Mulai dari transportasi umum yang sangat memadai, tata kota yang sangat baik, udara yang bersih, bahkan masyarakatnya yang pintar dan melek teknologi. Eksistensinya sebagai negara maju kembali ditunjukan dengan keinginan besar mereka untuk melindungi alam dan melestarikan lingkungan.
Tentu sudah banyak hal yang berhasil mereka lakukan dalam rangka pelestarian lingkungan, apalagi dalam hal pengolahan sampah dan penggunaan barang-barang yang bukan sekali pakai. Kini mereka memiliki ambisi untuk mewujudkan penerbangan yang ramah lingkungan, semua pesawat yang akan mendarat atau lepas landas di Changi Airport harus menggunakan bahan bakar hijau.
Semua penerbangan diwajibkan menggunakan Sustainable Aviation Fuel atau SAF, mulai tahun 2026. “Penggunaan SAF merupakan jalur penting untuk dekarbonisasi penerbangan dan diharapkan dapat berkontribusi sekitar 65 persen pengurangan emisi karbon yang diperlukan untuk mencapai net zero pada tahun 2050,” ungkap Otoritas Penerbangan Sipil Singapura (CAAS) dalam pernyataan yang diberikannya.
Tujuan utama pemerintahan Singapura menerapkan ini adalah untuk mengurangi emisi karbon dari sektor penerbangan. Penggunaan bahan bakar avtur yang berasal dari minyak bumi akan menghasilkan emisi karbon yang sangat tinggi. Avtur dan kerosin akan menghasilkan emisi CO2, CHi, NOx, CO, dan SO2. Karbondioksida, metana, dan constrails merupakan materi polutan yang mampu menyerap panas dan berdampak besar pada pemanasan global.
Singapura juga merupakan negara yang sering kedatangan turis, tak hanya turis ada juga pelajar, pebisnis, dan profesi lain yang memang sering bolak-balik ke Singapura. Bahkan Changi Airport menjadi bandara paling sibuk di Asia Tenggara. Sadar akan hal tersebut mereka paham cara paling efektif adalah dengan menerapkan kebijakan untuk semua pesawat menggunakan bahan bakar hijau. Hal ini sejalan pula dengan target Singapura mencapai Net Zero Emissions pada 2050, 10 tahun lebih awal daripada target Indonesia.
Tahapan penerapannya adalah di tahun 2026, 1% dari seluruh bahan bakar pesawat yang digunakan di Changi Airport dan Seletar Airport harus menggunakan SAF. target selanjutnya di tahun 2030, 3-5% dari semua bahan bakar pesawat yang digunakan harus menggunakan SAF. SAF sendiri bisa dibuat melalui proses sintetik atau dari bahan biologis, seperti minyak goreng bekas atau serpihan kayu, bukan dari minyak bumi yang merusak lingkungan.
Dengan dikeluarkannya kebijakan ini, tak dapat dihindari adanya kenaikan harga tiket pesawat, karena memang penggunaan SAF membutuhkan biaya lebih. Namun dengan jaminan keselamatan lingkungan yang lebih berkelanjutan. Kebijakan ini juga harus diperlukannya kerjasama dengan semua pihak bahkan seluruh negara yang memang harus pergi ke Singapura. Kerjasama yang utama juga ada pada maskapai penerbangan, produsen SAF, dan lembaga pemerintahan dari semua negara.
Hal ini jadi langkah konkrit yang berani diambil Singapura untuk memerangi kerusakan lingkungan yang marak terjadi. Butuh keberanian dan niat yang besar untuk secara percaya diri mampu menerapkan ini, padahal ada banyak dampak negatif yang mungkin terjadi, seperti penurunan wisatawan. Namun itulah esensi dari keberlanjutan, harus berani untuk melangkah demi masa depan yang jauh lebih menyelamatkan orang banyak.


