Jakarta – Gunung Marapi dan Gunung Merapi, tidak hanya memiliki nama yang hampir mirip, karakteristik kegunungapiannya pun hampir sama.
Kedua gunung ini, meskipun terletak di dua pulau berbeda yakni Gunung Marapi di Sumatra Barat, Gunung Merapi di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, namun keduanya memiliki aktivitas vulkanik yang aktif.
Gunung Marapi ditetapkan status level II atau ‘Waspada’ sejak 3 Agustus 2011 sedangkan Gunung Merapi naik statusnya pada level III atau ‘Siaga’ sejak 5 November 2020.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, mengatakan, kejadian erupsi freatik secara ‘tiba-tiba’ di Gunung Marapi pada Minggu (3/12) lalu menewaskan 23 orang pendaki.
“Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, Gunung Marapi sudah ditetapkan statusnya menjadi level II atau ‘Waspada’ oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), dengan rekomendasi bahwa masyarakat, wisatawan maupin pendaki dilarang melakukan aktivitas dalam lingkup 3 kilometer dari kawah puncak,” kata Muhari dalam keterangannya.
Muhari mengatakan, petaka yang terjadi di Gunung Marapi ini diharapkan menjadi evaluasi dan pembelajaran bagi semua pihak, baik pemerintah daerah, taman nasional, pengelola wisata, termasuk masyarakat terutama yang ingin melakukan aktivitas pendakian.
“Aktivitas vulkanik di pegunungan dapat dipantau oleh teknologi namun tidak ada alat ataupun manusia yang mampu memastikan kapan gunung-gunung api akan erupsi secara pasti,” ujarnya.
Oleh karena itu, sambung Muhari, kejadian erupsi dan awan panas guguran Gunung Marapi mengingatkan kita semua akan pentingnya keseriusan dalam upaya mitigasi kebencanaan gunung api yang harus dilakukan oleh semua pihak.
Menilik status gunung api yang dirilis oleh PVMBG per Sabtu (9/12) tercatat 18 gunung berstatus level II Waspada dan tiga gunung berada pada level III Siaga antara lain Gunung Anak Krakatau, Gunung Merapi, dan Gunung Semeru.
“Pada gunung-gunung tersebut, standart operational procedure (SOP) kawasan rawan bencana harus diperhatikan. Segala aktivitas warga dan pendaki pada radius minimal tiga kilometer dari puncak untuk gunung api dengan status Level II harus ditiadakan guna menghindari korban jiwa. Papan informasi dan batas-batas fisik yang jelas tentang batas area yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan untuk dimasuki harus ada dan terlihat jelas agar bisa diketahui oleh para pendaki,” imbaunya.