Jakarta – Eks Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan dirinya pernah kena semprot Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat mengungkap kasus korupsi e-KTP yang melibatkan Ketua DPR, Setya Novanto.
Sudirman Said menuturkan, Jokowi sempat melakukan intervensi dalam kasus tersebut. Dia mengaku sempat dipanggil Presiden ke Istana karena melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Laporan itu terkait polemik ‘papa minta saham’ yang menyeret nama Setnov.
“Ketika saya melaporkan kasus Pak Novanto ke MKD itu Presiden sempat marah, saya ditegur keras dituduh seolah-olah ada yang memerintahkan atau ada yang mengendalikan,” kata Sudirman saat mendampingi Anies Baswedan di Kantor PWI, Jakarta.
Sudirman menceritakan saat itu Jokowi menuduh ada pihak-pihak yang menyetir atau memerintahkan dirinya sebagai Menteri ESDM.
“Saya jawab, tidak ada satupun yang memerintahkan. Ini tindakan saya sebagai penanggung jawab sektor yang ditugasi membenahi sektor ESDM,” ujarnya.
Eks komisaris utama PT Transjakarta itu menegaskan, adanya pimpinan tertinggi negara yang menginstruksikan untuk menghalang-halangi atau menghentikan bentuk penegakan hukum semacam itu merupakan hal yang serius dan harus diwanti-wanti untuk pemimpin berikutnyam
“Itu hal serius, terutama saya memberikan pesan kepada capres, baik Pak Anies, Pak Ganjar, dan Pak Prabowo punya potensi untuk masuk ke dalam jebakan seperti itu. Pertama yang masa lalu harus menjadi pelajaran dan ke depan harus mudah-mudahan capres bisa belajar bahwa hal seperti ini tidak boleh terjadi,” jelas Sudirman.
Kasus ‘papa minta saham’ merupakan skandal politik yang menyeret nama Setnov setelah diduga mencatut Presiden Jokowi untuk meminta saham PT Freeport Indonesia. Sudirman kemudian membuka rekaman pembicaraan Setnov dengan pengusaha Riza Chalid, dan Direktur Freeport Maroef Sjamsoeddin dalam sidang laporannya di MKD DPR.
Dalam rekaman itu, Setnov juga menyebut nama Luhut Binsar Panjaitan (Kepala Staf Presiden) sebanyak 66 kali. Luhut membantah terlibat dan sempat dipanggil oleh Majelis MKD.
Dua pekan setelah laporan Sudirman, pada 16 November 2015, Setnov kemudian mundur sebagai Ketua DPR. Dua tahun kemudian, pada 17 Juli 2017, Setnov juga menjadi tersangka dalam kasus korupsi e-KTP.
Pengakuan soal amarah Jokowi sebelumnya juga sempat disampaikan eks Ketua KPK, Agus Raharjo saat mengusut kasus e-KTP yang juga menyeret Setnov. Merespons pengakuan Agus, Sudirman menyesalkan hal itu sebagai serangan dari atas.
“Jadi saya menyesalkan bahwa itu terjadi dan ini menjadi bukti terjadi sistematis attack serangan sistematis yang ternyata sebagian di antaranya datang dari pemimpin,” kata dia.