Jakarta – Presiden Joko Widodo pernah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghentikan penyelidikan kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto (Setnov). Hal ini diungkapkan Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo.
Namun, permintaan Jokowi itu ditolak oleh Agus karena, menurut Agus, Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) kasus e KTP dengan dengan tersangka Setnov yang saat itu menjabat Ketua DPR RI dan juga Ketum Golkar, sudah terbit tiga minggu sebelumnya.
Agus menuturkan, peristiwa itu terjadi pada tahun 2017 lalu. Saat itu ia dipanggil Jokowi untuk datang ke Istana sendirian. “Saya terus terang, waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian ke Istana oleh Presiden. Saat irba di Istana pada saat itu Presiden Jokowi ditemani oleh Pak Pratikno (Mensesneg),” kata Agus dikutip dari kanal YouTube @Rosi Kompas TV.
Agus menuturkan bahwa pada saat memasuki ruang pertemuan, ia mendapati Jokowi sudah marah dan meminta Agus untuk menghentikan. Ia pun heran dan tidak mengerti maksud Jokowi.
“Presiden sudah marah menginginkan, karena baru masuk itu beliau sudah ngomong, ‘hentikan!’,” tutur Agus.
“Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov,” lanjut Agus.
Dijelaskannya, dalam aturan hukum di KPK pada saat itu, tidak ada mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Hal inilah yang menjadi dasar Agus menolak permintaan mantan Wali Kota Surakarta itu.
Pertemuan itu tidak menghasilkan apa-apa karena Agus menolak perintah sang presiden. Agus melanjutkan, beberapa waktu setelah kejadian itu, Undang-Undang KPK direvisi.
Ketika masa revisi, lembaga antirasuah diserang buzzer dan dituding jadi sarang taliban atau radikalis. Hal itu membuat dukungan ke KPK begitu kurang. Setelah direvisi, KPK memiliki mekanisme SP3. Agus pun merenungkan dan menduga revisi UU KPK tidak terlepas karena keinginan penguasa mengendalikan lembaga tersebut.
“Itu salah satu yang setelah kejadian revisi UU KPK kemudian menjadi perenungan saya, oh ternyata (penguasa) pengin KPK itu bisa diperintah-perintah,” jelas Agus.
Setya Novanto pun akhirnya divonis 15 tahun penjara dalam kasus korupsi E-KTP itu.
Istana pun buka suara merespon pernyataan Agus Rahardjo. Namun, Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana
tidak menjawab secara tegas apakah Presiden Jokowi memang pernah atau tidak memerintahkan Agus menghentikan kasus E-KTP yang menjerat Setya Novanto pada 2017 lalu.
Ia hanya meminta publik untuk melihat proses hukum Setya Novanto yang terus berjalan sampai tingkat pengadilan.
“Kita lihat saja apa kenyataannya yang terjadi. Kenyataannya, proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan pada tahun 2017 dan sudah ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap,” kata Ari kepada awak media di Jakarta, Kamis, 30 November 2023.