Jakarta – Wakil presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla bercerita soal sepak terjang 7 presiden dalam membangun Indonesia. Pria yang akrab disapan JK itu berpandangan bahwa Megawati Sukarnoputri adalah presiden yang paling demokratis sepanjang sejarah Indonesia.
Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) ini beralasan bahwa Megawati tidak menggunakan kekuasaannya untuk memenangkan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2004.
“Ibu Mega sebenarnya di antara semuannya yang paling demokratis. Karena pada saat dia berkuasa, dia tak memakai kekuasaan untuk berkuasa tahun 2004,” kata JK dalam acara Habibie Democracy Forum di Jakarta, Rabu (15/11).
Pada 2004 lalu, Megawati pernah berduet dengan Hasyim Muzadi namun kalah dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla yang sebelumnya merupakan Menteri di era pemerintahan Megawati.
Wapres era SBY dan Jokowi ini meyakini, hasil Pilpres 2004 dapat berbeda apabila Megawati menggunakan kekuasaannya untuk tidak bersikap demokratis.
“Sehingga saya dan Pak SBY bisa mengalahkan Bu Mega. Sekiranya memakai kekuasaan pasti kita kalah, tapi dia tidak,” ujarnya.
JK yang juga merupakan politikus senior Partai Golkar ini juga memuji sikap Megawati yang mengizinkan dirinya mengikuti kontestasi Pilpres 2004 meski ia berstatus sebagai anak buah Mega di Kabinet Gotong Royong.
“Saya menteri sebelumnya dan dia hargai saya untuk melawan dia karena dia memegang teguh prinsip-prinsip itu,” kata Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) ini.
Dalam kesempatan itu, JK pun memberikan penilaian terhadap proses demokrasi di masing-masing pemerintahan presiden Republik Indonesia. Dia menyebutkan, Presiden Soekarno dan Soeharto sama-sama lengser karena mengalami krisis politik dan ekonomi secara bersamaan.
Presiden Habibie, kata JK, justru dijatuhkan karena mekanisme demokrasi itu sendiri lewat proses di parlemen, padahal Habibie adalah sosok yang membangun demokrasi pasca-Orde Baru.
“Habibie hanya 1,5 tahun karena demokrasi itu sendiri, karena kurang pemahaman, (parlemen) tidak menghargai prestasi. Gus Dur jatuh karena tak menghargai demokrasi, bikin dekrit membubarkan DPR dan Golkar, jatuh juga,” ujar dia.
JK menilai, Presiden SBY cukup baik dalam menjaga demokrasi tetapi ternoda oleh rumor-rumor kecurangan pada Pemilu 2009.
Sementara, dia menilai, demokrasi di Indonesia sudah berjalan dengan baik pada pemerintahan periode pertama Jokowi pada 2014-2019 lalu.
Saat itu, JK menjabat sebagai wapres sehingga ia tahu betul tak ada masalah dalam demokrasi Indonesia. Namun, belakangan ia menganggap ada masalah dalam demokrasi di Indonesia, sehingga sudah tepat agar masa jabatan presiden dibatasi maksimal 10 tahun.
“Pak Jokowi bagus pertamanya, bukan karena saya ada di situ, saya tahu betul tidak ada masalah. Tapi setelah 10 tahun, ah, seperti tadi dikatakan (demokrasi mulai bermasalah). Karena itu benarlah konstitusi, harus 10 tahun saja pemimpin itu, jangan lebih,” kata JK.
Menanggapi pernyataan JK tersebut, pakar komunikasi politik sekaligus Direktur Nusakom Pratama Institute Ari Junaedi menilai apa yang disampaikan tokoh asal Makassar itu adalah sebuah pernyataan yang jujur.
“Menempatkan Megawati sebagai kampiun demokrasi jauh di atas SBY, presiden-presiden yang lain bahkan Jokowi telah dibuktikan dengan obyektivitas Megawati yang tidak mau cawe-cawe dalam suksesi nasional,” kata Ari.
Pengajar diberbagai kampus di Tanah Air ini menilai kepemimpinan era Megawati sangat jauh berbeda jika dibandingkan era Jokowi saat ini. Menurutnya, Megawati meninggalkan warisan demokrasi yang baik ketika meninggalkan kekuasaannya.
Megawati, dinilai Ari tidak ambisius dengan jabatan sehingga tidak menggunakan alat negara untuk ikut cawe-cawe dalam proses Pemilu.
“Megawati punya legacy kuat dengan hadirnya Pemilu yang bersih, lahirnya KPK dan MK. Bukan seperti rezim yang malah “membegal” MK dan membonsai KPK. Bukan pula rezim yang memaksakan anak dan keturunannya menjadi pemimpin negeri yang dipaksakan. Megawati memberi teladan, justru Jokowi meninggalkan kebobrokkan demokrasi,” tegas Ari.