Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) telah memilih pimpinan baru pengganti Anwar Usman yang diberhentikan oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK) karena melanggar kode etik berat.
Sejak didirikan tahun 2003, MK telah mengalami berbagai perubahan kepemimpinan. Hingga hari ini, tercatat sudah ada 7 orang yang memimpin MK, namun 2 diantaranya diberhentikan lantaran melanggar kode etik berat. Berikut ini daftar nama yang pernah menduduki jabatan sebagai Ketua MK.
- Jimly Asshiddiqie (2003-2008)
Jimly Asshiddiqie adalah orang pertama yang menjabat sebagai Ketua MK sejak lembaga ini didirikan pada tahun 2003. Sebelum menjadi Ketua MK, Jimly pernah menduduki berbagai posisi penting di lingkungan birokrasi dan terlibat dalam perancangan Undang-Undang (UU) bidang politik dan hukum. Setelah masa jabatannya sebagai Ketua MK berakhir, Jimly saat ini menjabat sebagai anggota DPD DKI Jakarta.
2. Mahfud MD (2008-2013)
Setelah Jimly Asshiddiqie, Mahfud MD menjabat sebagai Ketua MK pada periode 2008-2013. Mahfud MD adalah seorang politikus dan cendekiawan hukum yang memiliki karier cemerlang di dunia hukum dan politik sebelum menjabat sebagai Hakim Konstitusi. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan, Menteri Kehakiman dan HAM, serta Wakil Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
3. Akil Mochtar (April 2013 – Oktober 2013)
Pada April 2013, Akil Mochtar dilantik sebagai Ketua MK menggantikan Moh. Mahfud MD. Namun, masa jabatannya sebagai Ketua MK terhenti pada tahun 2014 karena terlibat dalam kasus suap. Sebelum menjadi Ketua MK, Akil pernah menjadi anggota DPR RI dari Fraksi Golkar dan memiliki pengalaman sebagai pengacara.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara resmi memberhentikan Akil Mochtar dari posisinya sebagai Ketua MK pada Kamis, 21 November 2013. Keputusan ini diambil setelah MKMK memutuskan bahwa Akil Mochtar terbukti melanggar kode etik hakim konstitusi.
Sidang etik dihadiri anggota majelis lainnya, seperti Bagir Manan, Abbas Said, dan Mahfud Md., serta Hikmahanto Juwana.
Pada saat itu, Ketua Majelis Kehormatan MK, Harjono, dalam sidang putusan di gedung MKMK menyatakan bahwa Akil terbukti melakukan perbuatan tercela, melanggar sumpah jabatan, dan melanggar kode etik hakim konstitusi. Akil dinyatakan bersalah karena menerima suap dalam pengambilan keputusan sengketa pemilihan kepala daerah
4. Hamdan Zoelva (2013-2015)
Hamdan Zoelva, S.H. menjabat sebagai Ketua MK pada periode 2014-2015. Beliau lahir di Tanjung Karang, Lampung, pada 18 Agustus 1947. Sebelum menjabat sebagai Ketua MK, Hamdan Zoelva pernah menjadi Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia. Setelah masa jabatannya sebagai Ketua MK berakhir, Hamdan Zoelva masih aktif dalam berbagai kegiatan hukum dan akademik
5. Arief Hidayat (2015-2017, 2017-2018)
Arief Hidayat menjabat sebagai Ketua MK dalam dua periode, yaitu 2015-2017 dan 2017-2018. Selama menjabat, Arief menghadapi sejumlah masalah etik yang membuat kredibilitasnya dipertanyakan.
Pada tahun 2016, ia terbukti melakukan pelanggaran etik karena mengirim surat yang isinya menitipkan seorang kerabatnya kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan. Dewan Etik MK menjatuhkan sanksi berupa teguran lisan terhadapnya.
6. Anwar Usman (2018-2023)
Anwar Usman menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi sejak tahun 2018. Sebelum menjadi Ketua MK, Anwar Usman memiliki latar belakang sebagai guru honorer dan pernah menjadi anggota DPD DKI Jakarta. Ia lahir dan dibesarkan di Desa Rasabou, Kecamatan Bolo, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK menyatakan Ketua MK Anwar Usman melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim. Atas pelanggaran berat itu, MKMK memberikan sanksi pemberhentian dari Ketua MK.
“(Anwar Usman) terbukti melakukan pelanggaran berat prinsip ketidakberpihakan, integritas, kecakapan dan kesetaraan, independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan,” kata Ketua MKMK Jimly Asshidiqie saat membacakan putusan di Gedung I MK, Jakarta, Selasa, 7 November 2023.
7. Suhartoyo (2023)
Melansir dari situs resmi Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo mempunyai gelar lengkap Dr. Suhartoyo S.H., M.H.. Ia merupakan kelahiran 15 November 1959 di Sleman dan mempunyai istri bernama Sustyowati.
Suhartoyo saat ini telah dikaruniai tiga anak di antaranya Dhesga Selano Margen, Sondra Mukti Lambang Linuwih, dan Jeshika Febi Kusumawati. Suhartoyo pernah menempuh pendidikan sarjana di Universitas Islam Indonesia pada 1983.
Kemudian menempuh pendidikan S2 di Universitas Taruma Negara (2003) dan S3 di Universitas Jayabaya (2014). Diketahui Suhartoyo berasal dari keluarga sederhana dan sebelumnya tidak pernah terpikir untuk menjadi seorang penegak hukum dan ingin bekerja di Kementerian Luar Negeri.
Pada 1986, Suhartoyo mengawali tugas pertamanya sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung. Kemudian ia dipercaya untuk menjadi hakim Pengadilan Negeri di beberapa kota hingga 2011.
Suhartoyo pernah menjadi Hakim di PN Curup (1989), Hakim PN Metro (1995), Hakim PN Tangerang (2011), Hakim PN Bekasi (2006) dan masih banyak lagi. Pada 2011 Suhartoyo pernah dipercaya untuk menjadi Ketua PN Jaksel.
Kariernya semakin bersinar setelah ia dipromosikan menjadi hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Denpasar pada 2014. Dalam hitungan bulan Suhartoyo kemudian dipilih MA untuk menjadi Hakim Konstitusi untuk menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi.
Ketika berkarier sebagai hakim Mahkamah Konstitusi Suharyoto pernah ikut mengadili sengketa Pilpres 2019. Ia juga pernah terlibat mengadili berbagai Judicial Review UU yang menarik perhatian masyarakat.