Jakarta – Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid mengatakan Polri harus mewaspadai kepentingan elektoral di tahun politik ini. Menurut Usman, Polri harus bersikap netral agar tidak terjebak dalam pusaran konflik sosial.
Hal tersebut disampaikan Usman dalam seminar bertajuk ‘Polri dalam Pusaran Politik-Penanganan oleh Polisi yang Berkeadilan’ di Auditorium STIK Lemdiklat Polri, Jakarta Selatan, Rabu (8/11).
“Kalau saya kasih saran, sebetulnya ini saran-saran normatif. Pertama pemolisian demokratis, harus netral dalam kepentingan politik,” kata Usman.
Usman menilai pelibatan masyarakat sangat penting untuk mencegah polisi agar tak terjebak dalam pusaran politik. Pendekatan-pendekatan humanis diperlukan untuk mencegah terjadinya gesekan antara polisi dengan masyarakat.
“Keterlibatan masyarakat saya kira itu sangat penting. Bagaimana pun kepolisian adalah bagian dari masyarakat, hal-hal semacam itu yang harus diperbesar,” katanya.
Menurutnya, polisi tak perlu mengendalikan penggunaan kekuatan, termasuk dalam penggunaan senjata api dalam menangani konflik sosial di masyarakat.
“Bahkan kalau dilihat dari pengalaman yang sebelumnya ada polisi melakukan pendekatan humanis mengenali orang yang melakukan kejahatan, mendekatinya dengan cara-cara yang humanis tanpa harus menggunakan kekuatan. Penggunaan kekuatan ini harus dikendalikan oleh kepolisian termasuk penggunaan senjata api,” katanya.
Pemolisian berbasis komunitas perlu dihidupkan dengan melibatkan masyarakat dalam penyelesaian permasalahan. Namun, menurutnya, pemolisian itu harus otentik, tidak dilandasi adanya kepentingan dari kelompok masyarakat tertentu.
Usman menyampaikan ada 4 prinsip yang harus dipegang teguh Polri dalam penanganan konflik yang berkeadilan. Pertama prinsip legality.
“Jadi tindakan kepolisian harus ada dasar hukumnya, kalau tidak ada dasar hukumnya tidak usah,” katanya.
Selanjutnya prinsip necessity, apakah suatu tindakan represif perlu dilakukan oleh kepolisian. Usman Hamid kemudian mencontohkan kasus Rempang, pembubaran massa sebetulnya tidak diperlukan.
“Kasus Rempang itu sebenarnya tidak perlu dibubarkan, tapi karena dibubarkan akhirnya terjadi benturan kekerasan, polisi juga yang jadi korban kekerasan,” katanya.
Polisi juga perlu memegang prinsip proporsional dalam penanganan konflik di masyarakat. Terakhir, Polri dinilai perlu berpegang pada prinsip akuntabilitas agar setiap penggunaan kekuatan bisa dipertanggungjawabkan.
“Artinya setiap penggunaan kekuatan oleh polisi termasuk senjata api harus dipertanggungjawabkan. Termasuk menggunakan tembakan api, misalnya dalam kasus Joshua itu harus jelas dan harus dicatat senjata apa, pelurunya apa, dan harus dicatat oleh badan forensik yang independen. Sayangnya kita belum punya badan forensik independen, masih tersubordinasi di bawah kepolisian,” katanya.