Jakarta – Setelah melalui proses tarik ulur sejumlah nama, pasangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka akhirnya bisa mengumumkan struktur Tim Kampanye Nasional (TKN).
Tidak ada “element of surprise” selain publik lebih melihatnya seperti daftar kontingen pekan olahraga daerah atau peserta karyawisata pelajar yang akan ke Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta.
Begitu “tambun” dan “bengkak” jumlahnya. Ada 272 personil. Saya tidak membayangkan jika semua anggota tim kampanye rapat, berapa lama rapat bisa tuntas dan mengambil keputusan.
Galib terjadi, jika ada bekas petinggi pidato atau memberi saran di rapat tim kampanye, maka akan makan waktu panjang. Cerita masa lalu yang dibumbui prestasinya seakan harus didengarkan oleh anggotanya yang lain
Tidak ada nama bekas kandidat Cawapres yang juga sekaligus Menteri BUMN, Erick Thohir atau Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar dalam daftar TKN. Demikian juga nama Presiden RI ke-VI Soesilo Bambang Yudhoyono juga absen.
Malah seperti layu sebelum berkembang, kampiun hukum yang juga Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia periode 2011 – 2014 Amir Syamsudin menyatakan “keberatan” dengan namanya tercantum dalam list TKN. Tidak ada woro-woro atau pembicaraan sebelumnya, Amir sontak kaget dengan pencatutan namanya.
Tidak ada “unsur kejutan” dalam TKN mengingat masih bercokolnya orang-orang “lama” seperti Akbar Tandjung, Aburizal Bakrie, Wiranto, dan Siti Hardijanti Rukmana (Tutut Soeharto), maka tidak salah jika ada anggapan “gerbong” pendukung Prabowo – Gibran tidak ubahnya formasi kebangkitan Orde Baru dalam bentuk “neo”.
Yang lebih “ambyar” lagi, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep didapuk sebagai wakil ketua dewan pengarah. Putra bungsu Presiden Jokowi ini sejajar dan “sekelas” dengan Profesor Yusril Ihza Mahendra, Hashim Djojohadikusumo, Agus Harimurti Yudhoyono, Zulkifli Hasan, Anies Matta, pensiunan Marsekal (TNI) Ida Bagus Putu Dunia, pensiunan Jenderal (TNI) Agustadi Sasongko Purnomo serta pensiunan Laksda (TNI) Muhammad Jurianto.
Dua menteri Jokowi juga ikut cawe-cawe di TKN, masing-masing Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto dan Menteri Perdagangan, Zulkifi Hasan. Belum lagi sederet nama wakil menteri juga “mati-matian” ikut memberi andil. Baik yang terang-terangan seperti Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang, Raja Juli Anton maupun yang “ngumpet-ngumpet” seperti Paiman Rahardjo, Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Struktur TKN menjadi “gambot” dan membludak tentu bisa dimengerti karena Koalisi Indonesia Maju harus menampung elit-elit partai pendukung. Belum lagi barisan relawan yang harus mendapat “kursi” kelas bisnis di TKN.
Sudah tidak menjadi rahasia umum, dalam bayangan setiap anggota tim sukses pasti berharap muluk dan maksimal. Maksimal diangkat jadi menteri, komisaris, duta besar, dewan ini atau dewan itu.
Menyatukan persepsi kemenangan dari 272 anggota TKN bukanlah perkara mudah. Dan mewujudkan posisi dan jabatan untuk 272 orang jika kelak menang dan berhasil mencuri pilihan rakyat tentu lain soal.
Sejatinya, tim kampanye harusnya bisa menjadi “marketing” dari sosialisasi visi misi pasangan Capres-Cawapres. Membumikan visi misi sesuai strategi kampanye yang tepat dan memikat bagi calon pemilih.
Bukan sekedar copy paste dan mengglorifikasi keberhasilan rezim yang sebetulnya semu. Bagaimana bisa menjawab signifikansi kereta cepat yang memporak-porandakan APBN, bagaimana bisa menguraikan pelemahan KPK dan semakin suburnya korupsi disegala bidang serta tentu saja bisa menjawab pertanyaan publik tentang bahayanya politik dinasti.