Jakarta – Direktur Utama (Dirut) Pertamina Nicke Widyawati diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (26/10) untuk menjadi saksi dalam dugaan korupsi pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT PTMN (Pertamina).
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK.
“Hari ini (26/10) bertempat di Gedung Merah Putih KPK,” ujar Ali dalam keterangannya, Kamis (26/10).
Ali mengatakan Nicke diperiksa sebagai saksi dugaan korupsi terkait pengadaan LNG di PT PTMN pada tahun 2011-2021. Kasus ini menjerat mantan Dirut Pertamina, Karen Agustiawan, sebagai tersangka.
“Penyidikan perkara dugaan korupsi terkait pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT PTMN (Pertamina) tahun 2011-2021 dengan Tersangka GKK (Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan),” ucapnya.
Selain Nicke, KPK juga memanggil sejumlah saksi lainnya yaituvAsisten ahli UKP-PPP, Agung Wicaksono dan Pegawai SKK Migas, Rayendra Sidik
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan kasus ini diawali dari rencana pengadaan LNG yang dilakukan oleh Pertamina pada 2012. Wacana tersebut dipilih kala itu sebagai upaya mengatasi defisit gas di Indonesia.
Mantan Dirut PT Pertamina, Karen Agustiawan, lalu menjalin kerja sama dengan sejumlah produsen dan supplier LNG yang berada di luar negeri. Salah satu perusahaan yang ditunjuk ialah Corpus Christi Liquefacition (CCL) LLC Amerika Serikat.
Penunjukan kerja sama dengan CCL tersebut dinilai bermasalah. KPK menduga keputusan yang diambil Karen saat itu sepihak tanpa ada kajian yang utuh.
“Saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, GKK alias KA secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero,” ujar Firli.
“Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup rapat umum pemegang saham (RUPS) dalam hal ini pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dari persetujuan pemerintah saat itu,” tambah Firli.
Kebijakan yang diambil Karen itu kemudian mengakibatkan kerugian negara. Kerugian itu berupa LNG yang telah dibeli dari CCL LLC Amerika Serikat tidak terserap di pasar domestik hingga menjadi oversupply. Kasus ini menyebabkan kerugian negara Rp 2,1 triliun.