Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi), Ketua MK Anwar Usman, dan bakal cawapres Gibran Rakabuming Raka, serta Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Laporan tersebut dibuat oleh Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Persatuan Advokat Nusantara terkait dugaan kolusi dan nepotisme dalam keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) perihal batas usia capres-cawapres.
Koordinator pelapor, Erick S Paat mengatakan kedudukan Anwar Usman sebagai ketua MK sekaligus ketua majelis hakim dalam sidang batasan usia capres-cawapres menjadi dugaan utama adanya kolusi dan nepotisme tersebut.
“Kemudian dalam setiap permohonan ini presiden dan DPR dipanggil karena berhubungan soal UU. Dalam salah satu permohonan uji materi di MK ini, pemohon menyebutkan nama Gibran. Ada juga permohonan uji materi dilakukan PSI, bahwa kita ketahui Kaesang menjadi Ketua Umum PSI,” kata Erick di Gedung Merah Putih KPK, Senin (23/10).
Adapun dasar hukum dalam laporannya yakni UUD 1945 ayat 1 dan 3, TAP MPR no 11 MPR 1998 tentang penyelenggaraan negara bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. TAP MPR no 8 tahun 2001 tentang rekomendasi arah kebijakan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Kemudian UU no 28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dan UU no 18 tahun 2003 tentang advokat.
Oleh karena itu Erick menyinggung posisi Anwar Usman sebagai adik ipar Jokowi, yang notabene paman dari Gibran dan Kaesang. Padahal, sesuai UU Kekuasaan Kehakiman juga tak dibenarkan jika ketua majelis hakim menjabat sekaligus sebagai ketua MK.
“Itu ketua majelisnya harus mengundurkan diri. Itu tegas. Tapi kenapa ketua MK membiarkan dirinya menjadi ketua majelis hakim. Masa ketua MK tak tahu UU Kekuasaan Kehakiman. Harusnya dengan tegas dari awal menyadari ketakberhakannya,” ujar Erick.
Ia mengatakan ada unsur kesengajaan yang dilakukan oleh Anwar Usman, Jokowi, Gibran, serta Kaesang untuk mengagendakan seluruh keputusan tersebut.
“Laporan sudah diterima KPK. Kita tunggu saja tindak lanjutnya. Kami harap KPK menangkap secepatnya. Kalau lambat akan menimbulkan masalah lagi,” katanya.