Gorontalo – “Gorontalo harus merdeka dari belenggu penjajahan.” Itulah ikrar H. Nani Wartabone, saat mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia di Gorontalo pada 23 Januari 1942. Semangat patriotik politikus sekaligus tokoh nasionalis Indonesia itulah yang mendarah daging pada masyarakat Gorontalo hingga saat ini.
Saat mendapat anugerah sebagai Pahlawan Nasional Indonesia dari pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 085/TK/Tahun 2003 pada 6 November 2003, H. Nani Wartabone mendapatkan pula anugerah gelar adat pada Upacara Pemberian Gelar Adat (Pulanga) sebagai Sang Pembela Negeri (Ta Lo Duluwa Lo Lipu) dari Dewan Adat Gorontalo dan Persekutuan 5 Kerajaan di Gorontalo.
Patriotisme tidak melulu soal nasionalisme dan kecintaan terhadap tanah air, tapi juga soal semangat kejujuran, keadilan, kesetaraan bagi semua warga negara untuk menjaga integritas demokrasi. Politik dinasti adalah ancaman bagi integritas demokrasi, terlebih bagi masyarakat yang menginginkan lahirnya pemimpin yang benar-benar menghormati suara rakyat.
Semangat patriotisme telah mengakar kuat pada masyarakat Gorontalo itu telah menggugah kesadaran kolektif mereka untuk bersama-sama menjaga integritas demokrasi dalam menggunakan hak pilih mereka sebagai warga negara. Demikian halnya dengan masyarakat nelayan Kabila Bone.
Janji Tidak Sesuai Fakta
Berpegang teguh pada prinsip demokrasi masyarakat nelayan Kabila Bone terpanggil untuk berpartisipasi aktif dalam Pilgub Gorontalo 2024 dengan memilih sosok pemimpin yang murni lahir dari kebulatan suara rakyat, bukan pemimpin yang lahir dari “rahim warisan” politik dinasti.
Dalam pernyataannya, Zulkarnain Sahi, selaku tokoh nelayan di Kabila Bone menyatakan mundur dari tim salah satu calon Bupati Bone Bolango.
“Saya dan teman-teman nelayan sebenarnya suka dengan salah satu calon Bupati ini. Tapi kami masyarakat nelayan di Kabila Bone menolak keras politik dinasti. Memang semua orang punya hak dipilih dan memilih, tapi politik dinasti rentan dengan konflik kepentingan,” ujar pria yang sering disapa Podu Ain ini.
Zulkarnain Sahi menyatakan bahwa dengan memegang prinsip menolak politik dinasti, maka prinsip demokrasi tidak akan ternodai.
”Terus terang saya kecewa. Pada saat awal diajak bergabung, disampaikan kepada kami bahwa tidak ada politik dinasti. Tapi dari pertemuan tersebut, kami jadi sadar ternyata bo bagini permainan. Jadi saya putuskan untuk menarik semua pasukan kami yang sudah menjadi pendukung calon tersebut,” tandas Zulkarnain. (janitra)