Jakarta – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah pada bulan Mei kemarin akibat kekecewaan pasar terhadap kondisi perekonomian global. Saat itu Rupiah mengalami depresiasi 6,58 persen, senada dengan nilai tukar sejumlah negara berkembang lainnya. Namun pelemahan tersebut masih lebih baik daripada Brasil dan Jepang.
“Bahkan Jepang berada pada level yang sebanding dengan 1986,” katanya.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menegaskan komitmennya untuk terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
“Bank Indonesia terus berusaha menstabilkan nilai tukar rupiah,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo seusai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin Presiden.
Dalam merespons pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, BI telah melakukan intervensi. Yaitu dengan menggunakan cadangan devisa sebesar 139 miliar dolar AS. Selain itu, bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), BI juga berupaya mempertahankan stabilitas Surat Berharga Negara (SBN) dengan membeli SBN dari pasar sekunder.
Selanjutnya, BI memanfaatkan instrumen jangka pendek, yaitu Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), guna menarik arus masuk valuta asing dan mengurangi arus keluar. Dengan demikian, stabilitas nilai tukar rupiah menguat.
“Sampai saat ini terjadi inflow dari penerbitan SRBI. Jumlahnya sebesar Rp179,86 triliun. Itu inflow dari asing yg membeli SRBI, dan itu menambah pasokan di valas,” kata Perry.