Jakarta – Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, menjalani sidang penuntutan dalam kasus pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia. Dalam dakwaannya, jaksa menuntut Emirsyah pidana delapan tahun penjara dan denda Rp1 miliar, subsider pidana kurungan enam bulan.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama delapan tahun. Menjatuhkan pidana denda terhadap terdakwa Emirsyah Satar sejumlah Rp1 miliar. Apabila tidak membayar denda, akan mendapat tambahan pidana kurungan selama enam bulan,” ucap jaksa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Menurut jaksa, Emirsyah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Tindakan tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Adapun hal-hal yang memberatkan, yaitu perbuatannya tidak mendukung pemerintah dalam penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi.
“Perbuatan Terdakwa menyebabkan kerugian keuangan negara yang cukup besar. Terdakwa tidak merasa bersalah dan tidak menyesali perbuatannya,” sambung jaksa.
Sementara itu, hal yang meringankan ialah jaksa menilai Emirsyah bersikap sopan selama persidangan.
Ini bukan kali pertama Emirsyah berurusan menghadapi tuntutan hukum dalam kasus korupsi. Sebelumnya, ia telah mendapat vonis bersalah karena menerima suap senilai Rp49,3 miliar dan pencucian uang senilai Rp87,464 miliar. Dalam perkara tersebut, ia mendapat vonis delapan tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan. Majelis hakim juga memutuskan agar Emirsyah membayar uang pengganti sebesar 2.117.315 dolar Singapura.