Jakarta – Peringatan Hari Buruh (May Day) tanggal 1 Mei 2024 diwarnai dengan aksi demo yang agar pemerintah segera melakukan perbaikan sistem guna meningkatkan kesejateraan buruh. Pada demo di Jakarta, salah satu tuntutan buruh adalah pencabutan Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja.
“UU CK telah membuat pekerja Indonesia semakin miskin karena telah menghilangkan jaminan kepastian kerja, jaminan kepastian upah hingga jaminan sosial. Dampak buruk lainnya, upah minimum yang tidak lagi melibatkan unsur tripartit dan kenaikannya tidak memenuhi unsur kelayakan,” kata Presiden Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (DPP ASPEK Indonesia), Mirah Sumirat pada hari Rabu (1/4).
Buruh menuntut pemerintah melakukan revisi atas Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023. Mekanisme penghitungan kenaikan upah minimum provinsi dan kabupaten/kota harus memperhitungkan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dan juga hasil survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Penghitungan harus menggunakan minimal 64 komponen Komponen Hidup Layak (KHL) yang didasarkan pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak.
Selain soal itu, buruh juga menuntut perlindungan hak berserikat di perusahaan, karena masih banyak perusahaan yang anti terhadap keberadaan buruh.
“Buruh juga meminta agar di tahun 2024 ini Pemerintah dan DPR mengesahkan Rancangan Undang Undang Pekerja Rumah Tangga yang sudah lama mangkrak di DPR RI untuk menjadi UU,” imbuhnya.
Berikut dampak buruk yang lain dari Undang Undang Cipta Kerja menurut buruh:
– Sistem kerja outsourcing diperluas tanpa pembatasan jenis pekerjaan yang jelas.
– Sistem kerja kontrak dapat dilakukan seumur hidup, tanpa kepastian status menjadi pekerja tetap.
– Hilangnya ketentuan upah minimum sektoral provinsi dan kota/kabupaten.
– Dimudahkannya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan. Termasuk hilangnya ketentuan PHK harus melalui Penetapan Pengadilan.
– Berkurangnya kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK) pesangon dan penghargaan masa kerja.
– Kemudahan masuknya tenaga kerja asing (TKA), bahkan untuk semua jenis pekerjaan yang sesungguhnya bisa dikerjakan oleh pekerja Indonesia.