Pandemi Covid-19 merupakan mimpi buruk bagi Simon Nainggolan. Ia mengalami bagaimana usahanya mengalami kemunduran dalam waktu singkat. Saat menjadi narasumber di podcast Interpol (Interupsi Politik), pendiri dan pemilik jaringan Rumah Makan Padang Sarimande, Simon Nainggolan, menceritakan pengalamannya mengelola usaha di tengah pandemic Covid-19.
“Sebelum pandemi, saya mengelola 12 Rumah Makan Padang Sarimande. Saat pandemi melanda, satu per satu terpaksa ditutup karena omzet terus menurun. Akhirnya dari 12 tadi, hanya tinggal tiga yang bertahan,” katanya.
Meski usahanya dalam krisis, Simon menolak menyerah. Ia kemudian mengubah model bisnisnya menjadi online, dengan layanan pesan antar sebagai ujung tombaknya.
“Suatu hari saya kumpulkan karyawan. Saya ambil sejumlah uang, tunjukkan kepada mereka. Lalu saya bilang, ini hidup kita sampai setahun ke depan. Terserah kalian, mau dihabiskan tiga bulan, enam bulan, atau setahun. Kalau mau panjang, saya bantu mengaturnya,” katanya.
Simon kemudian mengajarkan karyawannya untuk melakukan “pengetatan ikat pinggang” selama pandemi. Menata ulang semua pengeluaran demi beradaptasi dengan keadaan. Di sisi lain, ia mensubsidi mereka dengan menyediakan kebutuhan hidup dasar. Seperti membayar kontrakan, tunjangan kesehatan, sampai biaya sekolah anak-anak.
“Selama pandemi, tidak ada satupun karyawan yang saya rumahkan. Semua tetap saya pekerjakan, meski dengan pola yang berbeda dari sebelumnya. Bahwa kemudian ada yang memutuskan keluar, itu keputusan mereka sendiri. Bukan karena saya keluarkan atau pecat,” jelasnya.
Setelah pandemi berlalu, Simon mencoba membangun kembali Rumah Makan Padang Sarimande. Berbekal pengalaman serta pengelolaan yang baik, bisnis Rumah Makan Padang Sarimande akhirnya pulih seperti sebelum pandemi. Bahkan kini sudah memiliki cabang di luar Jakarta.
Untuk menyimak perbincangan lengkap dengan Simon, silahkan klik link di sini