Jakarta – Ekonom Josua Pardede mengatakan cadangan devisa RI sebagai salah satu amunisi yang dapat menahan laju pelemahan rupiah akibat tensi geopolitik di Timur Tengah yang meningkat dan sentimen arah suku bunga acuan global.
“Untuk menahan pelemahan rupiah lebih lanjut, sebenarnya Bank Indonesia masih mempunyai amunisi yang cukup banyak atau kuat ditopang oleh cadangan devisa yang masih terbilang relatif tinggi,” kata Josua di Jakarta, Senin.
Kepala ekonom Bank Permata itu menilai cadangan devisa RI masih relatif tinggi sehingga Bank Indonesia masih bisa akan masuk dan melakukan intervensi ke pasar valas
Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2024 tetap tinggi sebesar 140,4 miliar dolar AS.
Cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
Posisi cadangan devisa itu mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Meski demikian, lanjut Josua, ketidakpastian di pasar keuangan global saat ini masih sangat tinggi dan dapat dengan cepat berubah drastis sehingga kondisi geopolitik dan antisipasi rilis beberapa data di Amerika Serikat (AS) menjadi sangat penting sampai dengan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 23-24 April 2024.
Jika kondisi global tidak mendukung, dan permintaan safe haven terus meningkat sehingga terjadi risk off yang berujung pada pelemahan rupiah terus menerus meski Bank Indonesia sudah melakukan intervensi, maka memang ada ruang Bank Indonesia melakukan kenaikan suku bunga acuan BI-Rate.
Ia menuturkan bahwa menaikkan BI-Rate merupakan opsi terakhir BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Saat ini rupiah sudah melemah sekitar 5 persen year to date (ytd).
“Terakhir kali BI menaikkan BI-Rate atau pada Oktober 2023, rupiah secara tren terus melemah sampai dengan 7,65 persen,” ujarnya.
Untuk RDG BI bulan April 2024, Josua memandang bahwa BI masih berpeluang mempertahankan BI-Rate pada level 6 persen, sebab selain karena pelemahan rupiah saat ini akibat tekanan geopolitik Timur Tengah yang meningkat dan data-data indikator ekonomi AS yang masih solid sehingga ruang pemotongan suku bunga global bergeser ke September 2024.
Pelemahan rupiah juga dikarenakan oleh faktor musiman dimana pembayaran dividen dan kupon ke non-residen serta pembayaran pokok utang luar negeri akan meningkat dan memuncak setiap kuartal kedua tiap tahun.
Utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Februari 2024 tetap terkendali, yakni sebesar 407,3 miliar dolar AS.