Jakarta – Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, menyebut dugaan pelanggaran penetapan Gibran Rakabuming Raka menjadi kontestan Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 menjadi fakta yang terbukti di persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Refly, dalil mengenai penetapan Gibran sebagai calon wakil presiden (Cawapres) yang merupakan pelanggaran terstruktur paling menonjol dalam persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di MK.
Hal itu, sama-sama diajukan dan dipertegas dalam kesimpulan perkara PHPU oleh pasangan calon (paslon) nomor 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, serta paslon 3, Ganjar Prabowo dan Mahfud MD.
“Di dalam kesimpulan sama seperti tim hukum Paslon 3, pelanggaran yang menonjol adalah soal penetapan Gibran sebagai calon wakil presiden Prabowo Subianto di dalam permohonan dan kemudian terbukti dalam persidangan,” kata Refly, dalam acara Indonesia Lawyer’s Club, yang cuplikannya ditayangkan di akun YouTube Refly Harun, Kamis (18/4/2024).
Dia menjelaskan, ada 2 jenis pelanggaran terkait penetapan Gibran sebagai kontestan Pilpres 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pertama, pelanggaran terstruktur yang disebut tim hukum Paslon 1 sebagai pelanggaran terukur, yang merupakan pengkhianatan atau pelanggaran terhadap konstitusi terutama nilai-nilai bebas, jujur, dan adil dalam Pemilu.
Refly menyebut, Gibran sudah jelas dan terbukti tidak memenuhi syarat untuk diajukan sebagai calon wakil presiden, karena belum berusia 40 tahun ketika mendaftar.
Meskipun KPU berdalih ada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90 yang mengubah syarat usia kontestan, tetapi mengutip pernyataan Hakim MK, Arif Hidayat, dalam persidangan, ada dua hal yang bisa disikapi terkait putusan MK.
Kedua hal itu adalah Self Executing dan nonself Executing. Adapun Nonself Executing itu salah satu contohnya mengenai unregistered voters untuk bisa memilih. Putusan MK dikeluarkan dua hari sebelum Pilpres 2009, kemudian pada malam di hari yang sama KPU membuat perubahan peraturan KPU untuk mengadopsi putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.
“Nah dalam konteks Gibran ini, putusan dibacakan pada tanggal 16 Oktober 2023 sementara pendaftaran dibuka pada tanggal 19 Oktober 2023,” ungkap Refly.
Itulah sebabnya, Refly mengutip pernyataan Prof Yusril Ihza Mahendra bahwa kalau keputusan itu dikenakan kepadanya, maka dia akan mengucapkan terima kasih dan tidak akan menggunakan putusan MK tersebut, daripada memunculkan kontroversi sana sini dan lain sebagainya.
Bahkan Yusril sendiri menyampaikan bahwa putusan MK Nomor 90 adalah penyelundupan hukum tidak ada yang namanya waktu untuk mengubah.
“Jadi Prof Yusril pun mengakui bahwa putusan MK itu nonself executing dan harus diubah PKPU-nya terlebih dahulu,” ujar Refly.
Selain itu, lanjutnya, fakta persidangan juga membuktikan ada konspirasi antara KPU dan pihak paslon 2 untuk meloloskan Gibran. Refly bahkan meyakini KPU bukan lalai melainkan melakukan konspirasi terkait penetapan Gibran sebagai kontestan di Pilpres 2024.
Refly menuturkan, konspirasi itu terlihat dari tindakan KPU yang sebetulnya sudah tahu punya kewajiban untuk mengubah PKPU, tetapi pada saat itu lagi ada reses DPR kemudian KPU mencoba menyelundupkan perubahan PKPU ke Dirjen Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), tanpa konsultasi ke DPR.
“Untungnya Dirjen Perundang-undangan Kemenkumham agak lurus ya, entah karena kubu yang mana kita enggak tahu kan dia tidak mau undangkan PKPU tersebut,” tutur Refly.
Karena belum mencapai prosedur yang benar, yaitu konsultasi DPR, sehingga KPU tidak bisa mengubah PKPU tersebut, maka dikeluarkan surat kepada partai politik, yang dianggap sebagai surat edaran yang mengundang partai politik terkait siapa yang mencalonkan diri.
Naun KPU kembali melakukan pelanggaran, yaitu di dalam penetapan Gibran sama sekali tidak disebut mengacu pada putusan MK Nomor 90, dan masih menggunakan PKPU 19 yang masih menyebut batas usia 40 tahun tanpa pengecualian.
Akhirnya KPU mengubah PKPU pada tanggal 3 November di mana sudah tutup pendaftaran paslon, maka persoalannya adalah KPU tetap menggunakan PKPU Nomor 19, tapi untuk jaga-jaga PKPU yang dia ubah menjadi PKPU Nomor 23 tanggal 3 November.
“Jadi kita menganggap bahwa dari sisi pelanggaran yang sifatnya terukur atau terstruktur, maka sudah jelas ini merupakan pelanggaran terhadap hukum dan konstitusi. Pelanggaran hukumnya adalah terhadap PKPU. Sedangkan pelanggaran konstitusinya adalah KPU tidak independen tidak sesuai dengan prinsip pemilu yang jujur dan adil serta KPU yang mandiri karena terlihat betul KPU seperti berkonspirasi untuk meloloskan Gibran dan ketika di sidang Ketua KPU mengatakan kan sudah ada izin dari Presiden,” tutur Refly.
Tidak Ada Alasan
Dengan pelanggaran terstruktur yang terbukti di persidangan, Refly berpendapat, tidak ada alasan bagi MK untuk menolak dalil paslon 1 dan paslon 3 terkait penetapan Gibran sebagai Wapres paslon 2.
“Fakta ini termasuk kesalahan KPU. Kalau disebut tidak bisa ditimpahkan ke pihak lain, kami anggap tidak benar karena ini adalah kesalahan dari sebuah perencanaan yang sifatnya konspiratif,” kata Refly.
Terkait dengan pelanggaran yang terstruktur, dan sesuai hukum acara tata negara, maka hakim MK tidak bisa hanya mengulik-ulik satu kasus lalu kemudian mencapai kesimpulan yang sifatnya spesifik.
Saat ini, lanjutnya, fakta persidangan dan kesimpulan yang telah disampaikan pemohon dalam perkara PHPU Pilpres 2024 telah diserahkan kepada MK dan putusan akhirnya bergantung pada hakim konstitusi.
Apakah hakim konstitusi diyakinkan bahwa sudah terjadi hal-hal yang didalilkan dalam permohonan PHPU yang diajukan paslon 1 dan paslon 3. Yang pasti, klaim umum paslon 1 dan paslon 3 sama, yakni telah terjadi pengkhianatan terhadap konstitusi, serta pelanggaran terhadap pemilu yang jujur dan adil.
“Jadi semuanya bergantung pada hakim konstitusi. Apakah hakim konstitusi enggak yakin bahwa Pemilu ini adalah pemilu yang curang? Keyakinan tersebut harus didasarkan pada dalil-dalil dan bukti-bukti,” ujar Refly.
Dia menambahkan, kuasa hukum paslon 1 juga mendalilkan KPU sebagai penyelenggara pemilu yang sejak awal tidak independen dalam perekrutan, sehingga saat bekerja pun mereka tidak profesional dan mandiri.
Selain meloloskan Gibran, Refly mengungkapkan, KPU juga meloloskan partai politik (parpol) tertentu yang sesungguhnya belum memenuhi syarat dalam verifikasi tetapi diloloskan.
“KPU sekarang itu tidak layak untuk menyelenggarakan baik pemilu legislatif maupun Pilpres terutama karena mereka sudah membuat kejahatan sesungguhnya ketika mereka melakukan konspirasi untuk meloloskan partai-partai tertentu. Coba bayangkan jadi ada partai yang tidak memenuhi syarat dalam verifikasi partai politik diperintahkan untuk diloloskan semua kecuali Partai Umat,” ungkap Refly.
Dia juga menyoroti sikap Ketua KPU yang cawe-cawe dengan calon peserta partai politik Pemilu yang dijuluki wanita emas. Atas semua kesalahan tersebut, 5 kali Ketua KPU diberikan peringatan, 3 diantaranya adalah peringatan keras, tapi tidak pernah didiskualifikasi apalagi dipecat.
“Coba bayangkan kalau orang ini (Ketua KPU) tidak hebat benar, sudah lama dia tumbang. Anwar Usman saja sekali bikin kesalahan tumbang, ini Ketua KPU dengan putusan DKPP pun tidak tumbang-tumbang. Ada apa, ya kan?” tutur Refly.
Terkait dengan Bawaslu, Refly menilai kredibilitasnya juga diragukan. Pasalnya, laporan pelanggaran pemilu yang disampaikan sangat banyak, tetapi tidak ada yang diproses. Misalnya, paslon 1 melaporkan puluhan pelanggaran Pemilu, namun tidak ada yang diproses.
“Ada yang namanya bagi-bagi duit kan ada videonya, masa sih Bawaslu tidak menggunakan hati nurani dan pikirannya untuk mengatakan bahwa itu money Politics. Lalu ada pengerahan kepala desa di GBK, masa itu bukan pelanggaran, padahal mengundang salah satu calon. Jadi dalil bahwa penyelenggara dan pengawas pemilu tidak independen terbukti,” kata Refly.
Dia menambahkan, kredibilitas Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga patut dipertanyakan. Pasalnya, berkali-kali Ketua KPU membuat pelanggaran, tapi berkali-kali DKPP hanya mengeluarkan peringatan.
“Ketua KPU didemosi saja tidak apalagi dipecat kan biasanya demosi lalu dipecat tapi ini didemosi saja tidak, dipecat apalagi,” ungkap Refly.


