Jakarta – Serangkaian keanehan yang telah terjadi sepanjang proses Pemilihan Umum Presiden 2024 diungkap oleh Pakar Hukum Universitas Andalas Feri Amsari, termasuk sorotan atas beberapa peristiwa kunci yang mengubah dinamika pilpres tersebut.
Dalam diskusi media bertajuk ‘Mencermati Landmark Decision yang Pernah Dibuat Mahkamah Konstitusi’, Feri mengungkapkan bahwa peristiwa penting yang mengubah dinamika Pilpres adalah putusan Mahkamah Konstitusi nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan MK tersebut mengubah syarat untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden (Capres-Cawapres) yakni berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
“Putusan MK 90 adalah putusan yang aneh,” ujar Feri pada diskusi yang diselenggarakan oleh MMD Initiative di Jakarta Pusat.
Peneliti Pusat Studi Politik Hukum Kepemiluan dan Demokrasi (PoshDem) Universitas Andalas ini juga menyoroti perubahan dramatis dalam perolehan suara di berbagai survei antara pasangan Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud setelah putusan MK 90/PUU-XXI/2023 diputuskan.
“Suara awal Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud pada awal-awal pemilu berada di tingkat bahwa Ganjar-Mahfud lebih unggul dari Prabowo-Gibran. Yang mengubah adalah putusan MK 90, pasangan Prabowo-Gibran naik, dan Ganjar-Mahfud turun sejak putusan MK 90,” ungkapnya.
Selain itu, Feri berpendapat, penyaluran bansos, BLT dan PKH selama Pemilu 2024 sebagai peristiwa luar biasa. Sebab, menurutnya, hal tersebut diikuti gerak penjabat kepala daerah dan para menteri.
“Suara pasangan 02 luar biasa naik sampai 58%. Sedangkan pasangan 03 turun drastis tinggal 15%-16% dalam survei. Ini menjelaskan bahwa program pemerintah itu mendorong salah satu pasangan calon, sekaligus menghancurkan pasangan calon lainnya. Tidak heran kalau di Bali ada penurunan baliho capres capres tertentu dan bagaimana didorong calon-calon tertentu didukung oleh para menteri,” tuturnya.
Pada kesempatan itu, Feri juga menekankan pentingnya transparansi dan kejelasan dalam proses penegakan keadilan terkait pemilu. Selain itu, perlunya mengungkapkan secara jelas kepada publik jika terjadi kecurangan dalam pemilu.
Terkait kerumitan proses hukum atas penegakan keadilan dalam konteks pemilu, Feri menegaskan bahwa komposisi mayoritas hakim konstitusi dalam mengambil keputusan perlu diperhatikan lebih serius.
Tak hanya itu, Feri juga menekankan bahwa upaya penegakan keadilan tidak hanya soal mengikuti undang-undang. Namun juga memerlukan transparansi dan kejelasan dalam prosesnya.
“Peristiwa rangkaian kecurangan dalam pemilu harus diungkapkan secara jelas kepada publik,” pungkasnya