Jakarta – Harga nikel dunia pada akhir pekan ini ditutup menguat di angka US$19.000 per ton. Sepanjang tahun 2024, harga nikel memang cenderung menguat. Bahkan dalam sepekan menguat 8,29 persen, dan jika dihitung sejak Januari sudah menguat 16,4 persen.
Melansir S&P Commodity Insights, lonjakan harga nikel disebabkan penundaan persetujuan kuota pertambangan Indonesia dan larangan penggunaan produk logam Rusia. Para pelaku pasar khawatir kedua hal itu bakal mengganggu rantai pasokan.
Meski begitu, para analis meyakini situasi ini akan berubah pada kuartal kedua tahun 2024. Saat itu diperkirakan masalah kuota tambang di Indonesia telah selesai, kemudian pengiriman nikel dari Filipina kembali pulih setelah musim monsun. Harga nikel pun akan kembali mendekati titik normal.
“Kami mengharapkan pasar nikel primer global tetap surplus pada tahun 2024 sebesar 128.000 ton dengan harapan bahwa tekanan ke bawah pada produksi nikel primer Indonesia akan mereda seiring dengan lebih banyak kuota yang disetujui,” kata Jason Sappor, analis senior riset logam dan pertambangan kepada S&P Global Commodity Insights.
Sementara itu, pemasok juga menghadapi kendala imbas larangan impor logam yang diproduksi oleh Rusia. Larangan mencakup komoditas aluminium, tembaga, dan nikel. Sebenarnya sanksi diberlakukan guna meminimalkan pendapatan ekspor Rusia di tengah perang yang sedang berlangsung di Ukraina, sekaligus mengurangi risiko gangguan pasar. Akibatnya, stok logam Rusia yang ada di bursa global dikucilkan oleh pasar.