Jakarta – Noda lagi menimpa Ketua Komisi Pemilihan Umum Hasyim Asyari yang disebut menggunakan relasi kuasa untuk mendekati, membina hubungan romantis, dan berbuat asusila dengan salah satu anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) yang bertugas di Eropa.
“Ceritanya, mereka pertama kali ketemu itu di Agustus 2023, itu sebenarnya juga dalam konteks kunjungan dinas. Itu pertama kali bertemu, hingga terakhir kali peristiwa terjadi di bulan Maret 2024,” kata kuasa hukum korban sekaligus pengadu, Maria Dianita Prosperiani, setelah pengaduan ke DKPP.
Keduanya disebut beberapa kali bertemu, baik saat Hasyim melakukan kunjungan dinas ke Eropa, atau sebaliknya saat korban melakukan kunjungan dinas ke dalam negeri.
Tindakan Hasyim terhadap korban ini tak jauh berbeda dengan yang dilakukan Hasyim dengan Ketua Umum Partai Republik Satu Hasnaeni alias ‘Wanita Emas’ yang juga membuatnya disanksi peringatan keras terakhir oleh DKPP.
“Yang terjadi pada Hasnaeni dia itu adalah ketua umum partai punya kepentingan, ini klien kami seorang perempuan petugas PPLN dia tidak punya kepentingan apa pun. Dia merasa menjadi korban dari hubungan relasi kuasanya. Karena ini kan bosnya Ketua KPU,” jelas kuasa hukum lainnya, Aristo Pangaribuan.
Aristo menyebut, dalam keadaan keduanya terpisah jarak, terdapat upaya aktif dari Hasyim ‘secara terus-menerus’ untuk menjangkau korban. “Hubungan romantis, merayu, mendekati untuk nafsu pribadinya,” kata Aristo.
Akibat tindakan Hasyim, korban disebut memutuskan untuk mengundurkan diri ‘sebelum Pemilu 2024’. Korban disebut butuh waktu untuk mengumpulkan keberanian membuat aduan semacam ini. Pengacara membantah korban memiliki motif politik di balik aduan ini.
“Sebenernya sih sudah mau dilaporkan dari terakhir terakhir sudah mau dilaporkan, tapi takut kontraproduktif. Kenapa? Karena kan mau ada pemilu pada waktu itu dan ini sudah lama, ini proses penyusunannya membuat ini kan tidak sederhana,” ucap Aristo.
Aristo pun mengeklaim telah menyediakan banyak barang bukti terkait tindakan Hasyim, termasuk bukti bahwa korban telah meminta agar dirinya tak diganggu, namun enggan membeberkannya ke media.
“Barang bukti ada banyak. Ada misalnya percakapan-percakapan, ada foto-foto, ada bukti-bukti tertulis,” tegasnya.