Jakarta – Ketua Tim Kuasa Hukum Paslon Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, menilai penjelasan saksi ahli Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat bingung masyrakat, karena tidak membuat penjelasan detail terkait keandalan situs Sirekap.
Para ahli yang disodorkan KPU dalam lanjutan Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) oleh Mahkamah Konstitusi (MK), pada Rabu (3/4/2024) malah terkesan hanya mengajukan tafsir berbeda terkait keandalan Sirekap. Sebaliknya, para saksi ahli dari pemohon yakni Paslon nomor 01 dan Paslon 03, memuat secara detail kelemahan Sirekap yang membuat kontroversi.
Todung bahkan mengkritik KPU yang malah membangun opini baru terkait kontroversi Sirekap melalui kesaksian ahli. Pernyataan saksi ahli KPU itu, jelasnya, seolah-olah meyakinkan masyarakat bahwa Sirekap tak ada masalah, meski mengundang banyak kontroversial dalam perjalannya.
Todung menyoroti perbedaan mengenai metadata Sirekap antara ahli dan saksi yang dihadirkan pihak pemohon 1 dengan apa yang disampaikan oleh pihak KPU dalam sidang tersebut. Ahli dan saksi dari pihak pemohon 1 pada Selasa (2/4/2024) menyatakan tidak ada metadata, sedangkan saksi dari pihak KPU menyatakan sebaliknya, bahwa terdapat metadata.
“Padahal kami menenggarai banyak sekali masalah dengan Sirekap ini, dan banyak sekali persoalan dengan penggelembungan suara. Banyak sekali persoalan dengan kecurigaan kita terhadap fraud yang terjadi pada penghitungan suara. Dari saksi dan ahli yang tampil, bukan saja tadi pagi tapi kemarin. Ketika kami menghadirkan saksi dan ahli, ketika teman-teman 01 mengajukan saksi dan ahli,” ungkapnya di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (3/4/2024).
Selain itu, Todung juga mengingatkan tidak adanya intregasi beberapa fitur penting dalam aplikasi Sirekap. Untuk itu, pada sidang lanjutan dia meminta hakim konstitusi untuk melakukan satu sesi konfrontasi antara ahli dan saksi dari masing-masing pihak.
“Tadi disebutkan, satu, misalnya tidak adanya fitur validasi. Nah bagaimana ini bisa kita persoalkan kalau kita tidak mempunyai fitur validasi. Kedua, fitur edit, ini juga satu hal buat kami. Sangat kami pertanyakan. Ketiga, persoalan metadata. Kemarin ahli dan saksi kami mengatakan tidak ada metadata nah pada hari ini saksi dari pihak KPU mengatakan ada metadata,” papar Todung.
Lebih jauh, Todung mengharapkan adanya audit forensik digital untuk membongkar kontroversi Sirekap, selain melakukan konfrontasi antara ahli para pihak. “Audit digital forensic untuk Sirekap. Kami malah mengusulkan kepada hakim untuk mengkonfrontir saksi yang dihadirkan pemohon satu dan saksi dan ahli dari pihak KPU. Hanya dari konfrontasi ini kita bisa mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai kontroversi Sirekap yang membingungkan dan membawa kecurigaan kepada KPU,” kata Todung.
Selain itu, Todung menyinggung para akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) yang terlibat dalam riset dan pengembangan aplikasi Sirekap. Para akademisi itu, lanjutnya, harus bertanggungjawab untuk memberikan penjelasan, tidak asal lepas tangan.
“Sirekap ini kan mahal sekali. Saya tidak tahu biayanya berapa. Namun, teman-teman ITB punya kewajiban moral untuk tampil menjelaskan tentang hal ini. Teman-teman ITB tidak boleh lepas tangan. Jadi menurut saya, sebagai akademisi yang ikut sebagai vendor Sirekap ini, mereka mutlak tampil ke depan karena ini bukan uang kecil. Ini bukan uang untuk proyek sederhana. Sirekap berpengaruh pada integritas pemilu itu sendiri,” pungkas Todung.