Jakarta – Kopi arabika asal Kuningan mayoritas ditanam di kawasan dataran tinggi di kaki Gunung Ciremai. Kualitasnya sudah diakui pasar, sehingga permintaannya sangat tinggi. Namun anggota Asosiasi Petani Kopi Indonesia (Apeki) Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Taufik Hernawan mengungkapkan petani kopi sedang kerepotan memenuhi permintaan arabika untuk pasar lokal. Padahal, jika suplai tercukupi, petani bisa mendapatkan keuntungan yang lumayan karena harga komoditas tersebut cenderung stabil dan memiliki nilai jual tinggi.
Apeki sendiri tidak tinggal diam. Sudah berulang kali Apeki melakukan edukasi kepada petani kopi agar mereka mampu meningkatkan jumlah produksinya. Di Kuningan dan sekitarnya, sejauh ini produksi kopi arabika hanya sampai 50 ton. Padahal kebutuhan pasar untuk jenis ini sangat banyak.
Sayangnya upaya meningkatkan jumlah produksi menemui banyak kendala. Mulai dari faktor cuaca hingga hama jamur yang kerap menjangkiti pohon kopi arabika. Untuk itu, Apeki mencoba merangkul berbagai pihak guna mengakomodir kebutuhan petani. Misalnya memastikan ketersediaan pupuk murah dan membantu petani memperoleh benih kopi arabika yang berkualitas untuk ditanam.
“Selama ini petani kopi sudah banyak dibantu oleh Pemda. Tetapi diharapkan bantuan tersebut ditingkatkan, agar potensi kopi arabika lokal bisa dimaksimalkan sehingga berdampak pada perbaikan kesejahteraan petani.,” ujar Taufik sebagaimana dilansir dari Antara (16/2).
Sementara Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Diskatan) Kabupaten Kuningan Wahyu Hidayah mengungkapkan lahan produksi kopi arabika di daerahnya seluas 81,07 hektare. Jumlah panen pada tahun 2023 tercatat 25,22 ton. Sedikit menurun dari hasil panen tahun 2022 yang mencapai 26 ton.
“Produktivitas kopi arabika menurun di tahun 2023 akibat kemarau panjang, sehingga bunga kopi banyak yang gugur dan tidak berbuah,” katanya.