Jakarta – Transparency International Indonesia (TII) mengkritik pemerintah yang dinilai kurang serius melakukan pemberantasan korupsi. Kritikan TII muncul karena nilai Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia dua tahun terakhir tidak mengalami perbaikan.
Pada tahun 2019 nilai CPI Indonesia memang sempat menyentuh angka 40. Namun di tahun 2020 menurun jadi 37. Situasi agak membaik ketika tahun 2021 sempat naik menjadi 38. Sayangnya tahun 2022 dan 2023 justru stagnan di angka 34. Dalam konteks Asia tenggara, nilai 34 tersebut jauh di bawah Singapura (83), Malaysia (50), Timor Leste (43), Vietnam (41), dan Thailand (35).
“Pencapaian tertinggi kita di tahun 2019. Dua tahun kemudian turun drastic, dan ketika kita tarik rata-rata kenaikannya hanya 0,7 (poin). Artinya perlu usaha yang sangat keras,” kata Deputi Sekretaris Jenderal TII Wawan Heru Suyatmiko dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, pada hari Selasa (30/1).
Tidak hanya mengkritik, TII juga menunjukkan tiga aspek yang harus diperbaiki agar CPI Indonesia meningkat.
Pertama terkait dengan penyelenggaraan demokrasi dan Pemilu. Pemerintah, badan penyelenggara, dan seluruh perserta harus menjamin terlaksananya Pemilu yang demokratis dan berintegritas. Kedua, pemerintah dan lembaga peradilan harus menjunjung tinggi independensi serta imparsialitas dalam setiap upaya penegakan hukum.
Sedangkan yang ketiga adalah memastikan setiap upaya pemberantasan korupsi dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan melibatkan semua lembaga penegak hukum. Tanpa kesungguhan, maka upaya pemberantasan korupsi tidak akan pernah bisa dilakukan.