Jakarta – Ekonom senior Chatib Basri mengungkapkan optimismenya terhadap kondisi ekonomi nasional, khususnya nilai tukar rupiah. Saat ini nilai rupiah cenderung stabil di tengah sikap pelaku pasar yang masih menunggu kabar suku bunga terbaru dari The Fed.
“Kalau dilihat, nilai tukar kita relatif stabil. Depresiasi rupiah relatif masih lebih kecil dari mata uang negara lain. Kalau ada penurunan Rp200, tidak apa lah,” kata Chatib Basri saat ditemui pada kegiatan IIF’s Anniversary Dialogue bertema “The Dynamics of Sustainable Infrastructure Financing and Its Roles in Achieving Food Security” di Jakarta pada hari Senin (29/1).
Chatib memprediksi adanya peluang The Fed menurunkan nilai suku bunga antara dua hingga tiga kali pada semester kedua tahun ini. Peluang untuk itu masih sangat terbuka. Tergantung bagaimana pemerintah Amerika Serikat mengelola keuangannya yang masih defisit. Namun apapun yang terjadi, Chatib meyakini dampaknya terhadap rupiah tidak akan terlalu signifikan.
“Kalau lihat dari efek global, kalau The Fed menurunkan suku bunga, mestinya rupiah bisa menguat. Tapi, faktor pengaruh exchange rate tidak hanya itu,” jelasnya.
Ada banyak isu yang mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah. Isu-isu domestik seperti kebijakan pemerintah, hasil Pemilu 2024, serta pencapaian pertumbuhan ekonomi harus tetap diperhatikan. Sedangkan isu internasional seperti besaran nilai suku bunga The Fed, geopolitik global, atau kontraksi ekonomi akibat perang di Timur Tengah bisa memberi pengaruh signifikan bila tidak
Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS pada awal pekan meningkat saat pasar sedang menantikan rilis data inflasi domestik untuk Januari 2024. Pada penutupan perdagangan Senin (29/1), rupiah menanjak 15 poin atau 0,09 persen menjadi Rp15.810 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp15.825 per dolar AS.