Jakarta – Publik dikejutkan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa Presiden boleh kampanye dan memihak. Hal itu diutarakannya saat melakukan kunjungan kerja di Lapangan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma.
Saat memberikan pernyataan, Presiden Jokowi nampak didampingi calon presiden (capres) nomor urut dua, Prabowo Subianto.
Presiden Jokowi menyatakan ketidaknetralannya lantara Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD malam kemarin (23/01/2024) menyatakan akan mundur dari Kabinet Indonesia Maju.
Langkah itu diambil Mahfud sebagai bentuk protes keras dan kritik moral terhadap penyalahgunaan kekuasaan pejabat dan aparat dalam masa pemilihan umum (pemilu).
Sebelumnya, netralitas pernah beberapa kali ditekankan Presiden Jokowi. Salah satunya pada Rapat Koordinasi Nasional Penyelenggara Pemilu bertajuk ‘Mewujudkan Pemilu Berintegritas’ yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (08/11/2023). Pada kesempatan tersebut, Presiden Jokowi mengingatkan semua pihak untuk tidak mengintervensi jalannya Pemilu 2024.
Pernyataan Presiden Jokowi ini kemudian disambut kecaman sejumlah kelompok masyarakat sipil.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang berdiri sejak tahun 2005, hari ini mengeluarkan pernyataan keras yang bertanda Direktur Perludem, Khoirunnisa Agustyati.
‘Pernyatan Presiden sangat dangkal, dan berpotensi akan menjadi pembenar bagi presiden sendiri, menteri, dan seluruh pejabat yang ada di bawahnya, untuk aktif berkampanye dan menunjukkan keberpihakan di dalam Pemilu 2024. Apalagi Presiden Jokowi jelas punya konflik kepentingan langsung dengan pemenangan Pemilu 2024, sebab anak kandungnya, Gibran Rakabuming Raka adalah Calon Wakil Presiden Nomor Urut 2, mendampingi Prabowo Subianto. Padahal, netralitas aparatur negara, adalah salah satu kunci mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang jujur, _fair, dan demokratis’._
Kemudian, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis memandang keberpihakan Presiden Jokowi kepada pasangan calon (paslon) nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sangat jelas terlihat.
“Menuju kontestasi Pemilu 2024 jelas sekali terlihat keberpihakan Presiden dan alat-alat negara terhadap salah satu calon sejak awal, mulai dari bagi-bagi posisi menteri, keterlibatan para menteri dalam mendukung capres-cawapres yang merupakan menteri aktif dan putra presiden yang maju ke kursi pemilu lewat putusan pamannya yang merupakan adik ipar presiden,” kata Staff Advokasi Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Annisa Azzahra.
Gibran diketahui lolos syarat umur untuk mengikuti kontestasi sebab putusan pamannya, mantan Ketua Mahkamah Agung yang diberhentikan karena melanggar etik, Anwar Usman.
“Pernyataan presiden menunjukkan mundurnya tata kelola bernegara kita dan nilai-nilai demokrasi dalam pelaksanaan pesta pemilu februari mendatang,” lanjut Annisa.
Diketahui, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis terdiri dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Imparsial, KontraS, YLBHI, Amnesty Internasional Indonesia, WALHI, Perludem, ELSAM, HRWG, Forum for Defacto, SETARA Institute, Migrant Care, IKOHI, Transparency International Indonesia (TII), Indonesian Corruption Watch (ICW), Indonesian Parlementary Center (IPC), Jaringan Gusdurian, Jakatarub, DIAN/Interfidei, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL).
Lalu, Yayasan Inklusif, Fahmina Institute, Sawit Watch, Centra Initiative, Medialink, Perkumpulan HUMA, Koalisi NGO HAM Aceh, Flower Aceh, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lingkar Madani (LIMA), Desantara, FORMASI Disabilitas (Forum Pemantau Hak-hak Penyandang Disabilitas), SKPKC Jayapura, AMAN Indonesia, Yayasan Budhi Bhakti Pertiwi, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Aliansi Masyrakat Adat Nusantara (AMAN), Public Virtue, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yayasan Tifa, Serikat Inong Aceh, Yayasan Inong Carong, Komisi Kesetaraan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Aceh, Eco Bhinneka Muhammadiyah, FSBPI, Yayasan Cahaya Guru (YCG), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)