Jakarta – Calon presiden (capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo akan mendorong sejumlah kebijakan strategis untuk memperkuat industri farmasi nasional yang berdaulat.
Hal itu diungkapkan Ganjar saat berdialog dengan pengurus Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) dalam acara yang bertajuk “Dialog Capres Bersama Kadin Menuju Indonesia Emas 2014, di Jakarta, Kamis (11/1/2024).
Visi dari capres yang berpasangan dengan calon wakil presiden (cawapres) Mahfud MD ini memiliki alasan kuat. Ke depan, menurutnya Indonesia akan menghadapi situasi ekonomi yang sangat dinamis. Selain itu pandemi Covid-19 menurutnya menjadi pelajaran berharga, dan masalah sejenis bisa saja terulang di masa depan.
Di sisi lain pihaknya pun menyimpan keresahan. Sebab, sampai saat ini Indonesia masih mengimpor 90% bahan baku untuk industri farmasi.
Belum lagi hanya ada empat industri petrokimia yang dimiliki Indonesia untuk mendukung farmasi. Sementara negara tetangga seperti Vietnam telah mempunyai 29 industri petrokimia.
Oleh karena itu, Ganjar berkomitmen untuk menambah industri petrokimia guna memenuhi bahan baku farmasi/obat-obatan.
“Produksi dalam negeri kita tidak boleh lagi utopis,” tegasnya di hadapan pengurus KADIN di acara yang dihelat di Ballroom Jakarta Theater tersebut.
Ganjar kemudian mengutip Bung Karno, Presiden Republik Indonesia pertama, yang menegaskan jika Indonesia ingin menjadi negara besar, ada dua hal harus dipenuhi yaitu logam dasar dan kimia dasar.
Untuk itu Ganjar menegaskan, mengenai kimia dasar belum rampung sampai sekarang. Mau tidak mau, suka tidak suka, kata dia, kita harus memulai penguatan indusri petrokimia.
“Kalau itu dilakukan, hutan kita yang sangat luas, plasma nutfah yang luar biasa, perisetnya sudah ada, namun kenyataannya, setelah sampai ke meja pengambil keputusan, tidak ada,” jelasnya.
Dalam industri kesehatan nasional, Ganjar pun menyoroti minimnya dana riset untuk pengembangan alat kesehatan (alkes) yang baru 0,5% dari PDB (Product Domestik Bruto). Berkaca dari negara-negara maju yang memiliki industri kesehatan dan farmasi mumpuni, 3% minimal dari PDB dikucurkan untuk sektor strategis tersebut.
“Perlu riset and development. Kita sudah sering berdiskusi dengan BRIN. Seandainya kita siapkan 1% saja dana riset dari PDB, lantas kita dorong, saya yakin biaya risetnya mencukupi,” paparnya.
Ganjar lanjut menjelaskan, setiap menyusun anggaran terkait kesehatan, permintaan tertinggi adalah alkes. Oleh karena itu jika terpilih menjadi pemimpin Indonesia berikutnya, industri alkes akan ditopang kebijakan kuat. Dengan demikian masalah terkait sektor ini dapat direduksi.
Dia berharap dengan penguatan industri tersebut melalui kebijakan dari pemerintah pusat, Indonesia akan berdikari dalam bidang kesehatan yang berpengaruh pada kondisi ekonomi.
“Tim kami sudah merancang kawasan industri kesehatan, itu triger yang bisa kita mulai. Maka dengan diplomasi internasional, kita harus punya mitra strategis dengan negara-negara lain untuk kebutuhan itu,” imbuhnya