Jakarta – Banyak konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia, bahkan belakangan ketegangannya juga mulai mendekat ke Indonesia. Sebagai langkah preventif guna menjaga kedaulatan bangsa dan negara, Indonesia melakukan pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista), baik melalui produksi mandiri di dalam negeri maupun mekanisme impor.
Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional Ganjar Pranowo – Mahfud MD, Patria Gintings mengkritisi mahalnya biaya pengadaan alutsista tidak jarang memunculkan pro dan kontra. Salah satunya pembelian alutsisa bekas atau hibah dari negara lain.
“Dua pertanyaan yang muncul selalu berkisar pada seberapa besar bebannya pada anggaran belanja negara, serta sejauh mana kelayakan pemakaiannya,” ungkapnya.
Namun, Patria menegaskan, terlepas dari semua polemik, setiap alutsista yang didatangkan harus dipastikan berkualitas baik. Bahkan jika memungkinkan, menggunakan teknologi militer terkini agar mampu menjawab tantangan zaman, sekaligus menjadi pertanggungjawaban pemerintah terhadap penggunaan APBN yang didapat dari pajak.
“Hari ini kita melihat industri alutsista di dalam negeri terus menggeliat. Indonesia mulai mampu memproduksi alutsista secara mandiri, sehingga seharusnya mengurangi ketergantungan terhadap alutsista impor,” jelasnya.
Meski belum terlalu signifikan, ketergantungan terhadap impor alutsista terus terkikis. Ditambah adanya alih teknologi serta kerjasama pengembangan dengan negara lain membuat masa depan industri alutsista dalam negeri cukup cerah. Di sisi lain, beban terhadap APBN pun dapat berkurang.
“Pertannyaan pentingnya sekarang bukan mau sekuat apa militer Indonesia, tetapi mau sekuat apa industri alutsista dalam negri Indonesia nantinya?”kata pemilik gelar master dari University of Leeds, Inggris ini.
Patria menggarisbawahi, militer yang kuat bukanlah yang memiliki ketergantungan pada alutsista impor. “Melainkan yang industri alutsista dalam negerinya mampu menjadi tulang punggung militernya sendiri,” pungkasnya.