Jakarta – Seniman Butet Kartaredjasa dan penulis naskah teater Agus Noor mengaku mendapat intimidasi sebelum menggelar pertunjukan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada 1 Desember 2023. Kejadian itu berlangsung sore hari sebelum pertunjukan berlangsung.
Sejumlah petugas Kepolisian Sektor Cikini tiba-tiba datang dan meminta penyelenggara membuat surat pernyataan agar tidak menampilkan pertunjukan yang mengandung unsur politik. Surat tersebut juga harus mencantumkan komitmen penanggungjawab tidak kampanye pemilu, menyebarkan bahan kampanye pemilu, menggunakan atribut partai politik, menggunakan atribut pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, dan kegiatan politik lainnya.
Agus menduga kejadian itu berhubungan dengan kehadiran Mahfud MD. Menurut Agus, kehadiran Mahfud dalam acara itu sama seperti penonton lainnya. Bukan undangan khusus.
“Kami tidak beri panggung untuk Pak Mahfud,” ujar Agus.
Namun setelah menandatangi surat itu, panitia tetap menggelar pertunjukan dengan judul Musuh Bebuyutan, lakon ke-41 dari forum budaya Indonesia Kaya. Butet membuka pentas dengan setelan batik dan celana berwarna cokelet. Ia menyapa dan memberikan salam kepada semua kontestan Pemilu 2024. Selain itu, Butet mengatakan harus membuat surat pernyataan tertulis yang ditujukan kepada polisi bahwa dia harus berkomitmen tidak ada unsur politik dalam pertunjukan itu.
“Keren. Selamat datang Orde Baru,” kata Butet.
Musuh Bebuyutan mengisahkan hubungan seorang pemuda dan seorang perempuan yang bertetangga dan berteman baik di kampung. Namun, keduanya berseteru karena berbeda pilihan politik. Permusuhan keduanya pun membuat kehidupan masyarakat kampung terbelah. Situasi makin panas jelang pemilihan lurah baru. Pentas itu juga menampilkan sindiran dan guyonan terhadap tiga kontestan pemilu.
Tak pelak, kejadian yang dialami Butet dan Agus Noor mendapat perhatian dari banyak pihak. Budayawan Goenawan Muhammad di akun X berkomentar, “Sensor berlaku lagi. Orde Baru yang kejam sedang ditumbuhkan lagi?”
“Akan tiba masanya mereka juga menggeledah buku di rumah-rumah penduduk dan membakarnya. Menandai yang melawan untuk dimatikan keberaniannya. Menangkap tanpa alasan dan memenjara tanpa peradilan. Intel mengawasi hingga ke pematang dan jamban,” balas Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI) Islah Bahrawi.