Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) sempat ingin merubah format debat Pilpres 2024. Dalam debat tersebut, KPU ingin menghapus sesi debat khusus untuk calon wakil presiden (cawapres) seperti saat Pilpres 2019 lalu.
KPU mengklaim format baru ini sudah disepakati dalam rapat KPU bersama perwakilan masing-masing tim sukses capres-cawapres pada 29 November 2023.
Dalam debat kali ini, KPU mewajibkan setiap pasangan calon presiden-calon wakil presiden hadir dalam 5 kali debat. Para calon nantinya punya porsi sendiri-sendiri.
“Saat debat capres, maka proporsinya capres untuk bicara lebih banyak. Ketika debat cawapres proporsinya untuk cawapres lebih banyak,” kata Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari.
Menaggapi hal tersebut, Jubir Timses Anies-Muhaimin Teguh Juwarno membantah pernyataan Hasyim soal format debat sudah disepakati masing-masing perwakilan calon. Rapat pada 29 November tersebut disebut Teguh masih belum tuntas.
“Ini yang amat kami sayangkan, karena kesimpulan rapat pada Rabu (29/11). KPU akan menerima masukan dari masing-masing paslon untuk selanjutnya membahas bersama kembali. Tapi, ternyata secara sepihak KPU sudah membuat keputusan. Ini memunculkan prasangka publik yang meragukan independensi KPU sebagai penyelenggara Pemilu,” tegas Teguh.
Sementara itu, Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengatakan KPU tak berhak mengubah format debat itu karena semua sudah diatur detail dalam UU Pemilu dan PKPU Kampanye Pemilu.
Ia meminta KPU agar konsisten pada UU. Lagi pula, lanjut Todung, dengan dibuat format debat khusus antarcapres dan debat khusus antarcawapres, ini akan memudahkan publik untuk menilai kemampuan calon pemimpinnya.
Apalagi, tantangan ke depan tidak mudah. Geopolitik selalu berubah. Jika cawapres yang akan menjabat tidak siap menghadapi tantangan semua itu, Indonesia akan keteteran dalam menghadapi persaingan dan kompetisi global yang makin kompleks. Untuk itu, publik sangat butuh tahu bagaimana kemampuan calon pemimpinnya ketika dihadapkan pada situasi-situasi itu.
”Ini bukan tanpa alasan. Publik punya hak untuk tahu siapa calon yang akan dipilih, dan sejauh mana calon itu cukup punya komitmen dan kesiapan untuk memimpin Indonesia ke depan. Demikian juga untuk cawapres. Cawapres perlu membuktikan kepada publik bahwa dirinya punya visi, komitmen, kemampuan, kesiapan, dan publik tahu, publik tidak bodoh, cawapres bukan semata-mata ban serep, tetapi punya peran sangat strategis, apalagi kalau presiden berhalangan ke depan,” ucap Todung.
Setelah ramai penolakan dari timses, akhir KPU memberikan klarifikasi bahwa format debat tetap dilakukan dengan yang lama yakni 3 kali debat capres dan 2 kali debat cawapres.
Ketua Divisi Teknis KPU Idham Holik mengatakan, pada setiap sesi debat setiap pasangan akan datang berdampingan. Tapi, aktor utama debat tetap sesuai agenda. Andai jadwal debat capres, cawapres hanya mendampingi. Demikian sebaliknya.
“Di setiap debat, rencananya didampingi oleh pasangan masing-masing. Misalnya pada saat debat capres, aktor utamanya adalah capres itu sendiri dalam menyampaikan pendalaman materi visi, misi, dan program pencalonan. Dalam debat ini, cawapres hanya mendampingin saja. Hal ini tidak melanggar perundang-undangan pemilu. Begitu juga sebaliknya,” kata Idham.