Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan syarat capres-cawapres. Putusan itu diketok atas permohonan judicial review yang diajukan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana.
“Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (29/11).
Putusan itu diketok delapan hakim MK. Anwar Usman tidak dilibatkan karena dikenai sanksi Majelis Kehormatan MK.
“Dalam hal, Mahkamah perlu menegaskan, dalam hal pembentuk undang-undang akan menyesuaikan dengan semua pilihan tersebut, perubahan atas UU 7/2017 diberlakukan untuk Pemilu 2029 dan pemilihan umum setelahnya,” ucap hakim MK Daniel.
Untuk diketahui, Brahma memberikan kuasa kepada Viktor Santoso Tandiasa dan Harseto Setyadi Rajah.
Brahma berharap hanya gubernur yang belum berusia 40 tahun yang bisa maju capres/cawapres, dan tidak berlaku untuk kepala daerah di bawah level gubernur.
Diketahui, dalam perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 tersebut, Brahma menggugat perkara batas usia Capres Cawapres 40 tahun atau punya pengalaman jadi kepala daerah ke MK yang sebelumnya sudah dikabulkan.
Brahma meminta agar Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dalam perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 diubah.
“Terhadap frasa “yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah” bertentangan dengan undang-undang Dasar Negara Republik lndonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat Provinsi”.
Sehingga bunyi selengkapnya “Berusia paling rendah 40 tahun atau sedang mendudukinya jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat Provinsi,” jelasnya.
Brahma lantas mempersalahkan jumlah hakim yang sepakat dengan putusan tersebut yakni terdapat lima Hakim yang sepakat untuk mengabulkan permohonan. Di mana terdapat perbedaan syarat alternatif dalam memaknai Pasal 169 huruf q UU 7 Tahun 2017.
“Tiga hakim Konstitusi yang memaknai ‘pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum tennasuk pemilihan kepala daerah’, dua hakim Konstitusi yang memaknai berpengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi pada jabatan Gubernur,” tulis Brahma dalam permohonannya.
Menurutnya, putusan tersebut tidak memenuhi syarat. Sebab, hanya tiga hakim konstitusi yang setuju pada putusan tersebut di antaranya Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan MP Sitompul.
“Bahwa sementara dua hakim konstitusi lainnya setuju terdapat alternatif syarat ‘berpengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi’. Yakni Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic Foekh,” katanya.
Sementara terdapat empat hakim yang tidak sepakat dengan putusan tersebut yakni Saldi Isra, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Arief Hidayat. Artinya, hanya tiga hakim saja yang sepakat dengan putusan tersebut, empat hakim tidak setuju dan dua hakim sepakat kalau dengan frasa pengalaman jadi kepala daerah minimal tingkat Provinsi. Brahma pun menegaskan, putusan tersebut tidak sah atau inkonstitusional.
“Putusan itu inkonstitusional karena hanya berdasarkan tiga suara Hakim Konstitusi dari lima suara hakim konstitusi yang dibutuhkan,” ucapnya.