Jakarta – Sebanyak 204 juta data pemilih milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) diretas dan dijual oleh hacker. Menanggapi hal tersebut, KPU telah melakukan penelusuran dengan menggandeng kepolisian dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
“Kami masih on proses melakukan penelusuran dengan mabes cyber bareskrim dan BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara),” ujar Komisioner KPU, Betty Epsilon Idroos, Rabu (29/11).
Laporan peretasan terbaru ini terungkap saat masa kampanye Pemilu memasuki hari pertama. Lembaga Cissrec menjelaskan peretas bernama Jimbo mendapatkan data dan menjualnya senilai US$74 ribu atau Rp 1,2 miliar.
Jimbo juga membagikan 500 data contoh yang didapatkan. Data yang bocor itu diunggah dalam situs darkweb BreachForums.
Isi data pribadi yang didapatkan Jimbo, mulai dari NIK, No. KK, nomor ktp (berisi nomor passport untuk pemilih yang berada di luar negeri), nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, tempat lahir, status pernikahan, alamat lengkap, RT, RW, kodefikasi kelurahan, kecamatan dan kabupaten serta kodefikasi TPS.
“Tim Cissrec juga sudah mencoba melakukan verifikasi data sample yang diberikan secara random melalui website cekdpt, dan data yang dikeluarkan oleh website cekdpt sama dengan data sample yang dibagikan oleh peretas Jimbo, termasuk nomor TPS dimana pemilih terdaftar,” jelas Pratama.
Kejadian peretasan ini bukanlah pertama kali terjadi. Tahun lalu 105 juta data dari KPU dilaporkan bocor oleh hacker Bjorka.