Jakarta – Atlet bulutangkis Indonesia sektor tunggal putri, Gregoria Mariska Tunjung, akhir-akhir ini menjadi bahan pembicaraan orang banyak. Tunggal putri nomor satu di Indonesia itu baru saja menciptakan sejarah, menjadi tunggal putri pertama yang meraih gelar Super 500. Atlet berumur 24 tahun yang akrab dipanggil Jorji ini baru saja mendapatkan gelar juara Kumamoto Japan Master, Minggu (19/11), usai melawan juara olimpiade Chen Yu Fei.
Jorji menjadi atlet tunggal putri terbaik Indonesia, padahal umurnya masih cukup muda. Kebanyakan atlet senior sudah berada di umur hampir 30 bahkan lewat dari 30. Namun Jorji dipaksa oleh keadaan untuk menjadi atlet muda yang harus menjadi senior di kalangan tunggal putri Indonesia lainnya. Jorji ibaratnya menjadi jalan pembuka bagi para juniornya, karena jarak Jorji dengan pemain “legendaris” tunggal putri terdekat adalah Susi Susanti. Hal ini menandakan bahwa Jorji benar-benar menjadi tunggal putri yang berjalan “tunggal”.
Prestasi yang berhasil ia ukir di tahun 2023 ini, tidak lepas dari perjuangannya yang luar biasa. Jorji harus melawan banyak pihak, selain melawan lawan di lapangan, ia juga harus melawan masyarakat Indonesia, bahkan melawan dirinya sendiri. Mari kita bahas mundur sedikit mengenai perjuangannya. Di tahun 2021 akhir hingga 2022 awal ia hanya dipandang sebelah mata, prestasinya kian menurun dan langganan gugur di fase R16 dan R32. Hujatan demi hujatan kerap dilontarkan pula oleh netizen, ungkapan kekecewaan yang disampaikan kadang terlalu berlebihan, namun itu menjadi semangat tersendiri bagi Jorji untuk membuktikan eksistensi dirinya.
Fight, fight, and fight! Itulah hal yang bisa dilakukan oleh Jorji, ia harus melawan berbagai bentuk perlawanan yang harus dihadapi. Di lapangan, Jorji memiliki rivalitas yang tinggi dengan Nozomi Okuhara, pemain asal Jepang yang kini berusia 28 tahun. Belakangan ini keduanya sering sekali bertemu, dalam dua kompetisi, Japan Master dan China Master keduanya bertemu dan hanya jelang satu minggu. Sayangnya langkah Jorji harus terhenti di China Master karena dikalahkan oleh Nozomi, dan membuat head to head mereka berdua menjadi imbang 3-3. Rivalitas tersebut akan kerap tercipta karena cara main mereka yang cukup sama, ulet dan kerap mengejar ke manapun arah bola.
Dalam salah satu posting akun media sosial @forumtiongkok yang dibuat untuk mengomentari permainan para pebulutangkis, banyak komentar yang kagum dengan perkembangan Jorji yang berhasil menumbangkan Chen Yu Fei di babak final Japan Master. “Chen Yu Fei menang lawan An Se-young, tapi kalah lawan Mariska. Dua match langsung dengan poin 12, rasanya terlalu abstrak” ungkap salah satu user di forum Tiongkok ini. “Selamat Kak Mariska dari Indonesia yang telah menembus setan-setan di dalam dirinya dan menyapu bersih Chen Yu Fei 2 – 0!”, tambah komentar user yang lain. Maka bisa disimpulkan bahwa Jorji memang diakui bahwa ia berhasil untuk melawan dirinya dan membuktikan performanya yang terbaik.
Fight yang terus dilakukan Jorji tentu membuahkan hasil, perlahan ia merangkak masuk ke top 10 tunggal putri terbaik dunia. Kini ia berada di posisi ke tujuh, diapit oleh He Bingjiao dan Han Yue asal China. Pencapaian Jorji juga terlihat dalam pembuktian dirinya mendapatkan tiket ke ajang bergengsi World Tour Finals 2022 dan 2023. Di ajang WTF ini hanya ada 16 nama yang akan berkompetisi, dan selama dua tahun berturut-turut Jorji memastikan dirinya masuk ke dalam list 16 nama tersebut.
Tidak hanya harus melawan pemain bulutangkis hebat lainnya, Jorji juga harus melawan dirinya. Perlawanan akan rasa sakit salah satunya, ia harus mengalami cedera di telapak kakinya, kulitnya robek akibat luka lecet yang cukup dalam. Namun bersama luka itu, Jorji ukir sejarah di Japan Master. Perlawanan Jorji atas dirinya sendiri menjadi panutan dan inspirasi bagi semua badminton lovers!
Keep those spirit up Queen Jorji!
*) Maria Fiorenza Ardhani, penggemar bulutangkis