Jakarta – Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, mengatakan, dua-tiga hari terakhir ini dia diperlihatkan peristiwa penting soal keterlibatan kepala dan perangkat desa dalam pemilu dan Pemilihan Presiden (pilpres) 2024.
“Kalau perangkat desa ikut kegiatan menggerogoti netralitas pemilu maka itu artinya proses pemilu sudah diciderai sejak awal. Benih-benih pemilu curang dimulai dengan acara semacam ini,” kata Todung Mulya Lubis saat konferensi pers terkait Menjaga Pemilu Bersih yang digelar Media Center TPN Ganjar-Mahfud, di Rumah Cemara 19, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 21 November 2023.
Menurut Todung, meski acara yang mengerahkan kepala dan perangkat desa itu disebut silaturahmi. Namun kalau membaca dari undangan acaranya disebut Acara Desa Bersatu Menuju Indonesia maju, maka acara ini jelas tendensius mendukung satu pasangan calon (Paslon).
Kalau dilihat lebih jauh, kata Todung, dalam surat undangan acara tersebut berisi kalimat: sehubungan dengan akan diselenggarakan acara desa bersatu dukungan untuk menuju Indonesia maju. Konsolidasi rebut suara desa 2024.
“Melihat kalimat itu sulit untuk tidak menafsirkan itu kegiatan kampanye. Kehadiran aparat desa di sana tidak bicara soal netralitas namun justru melakukan kegiatan berupa pengingkaran netralitas,” kata Todung.
Todung menyebutkan sangat mudah membaca bahwa acara itu penggalangan kekuatan untuk satu Paslon Pilpres 2024. Hal itu bisa dilihat dari identitas tanda pengenal peserta: Disebut desa bersatu untuk Indonesia Maju, kemudian ada foto capres Prabowo dan Gibran.
Kalau mau fair, kata Todung, seharusnya dalam kegiatan itu mengundang semua Paslon peserta pilpres 2024. “Kalau hanya undang satu Paslon maka artinya ada dua paslon lainnya yang dianak tirikan alias tidak dianggap,” ujar Todung.
Todung mengatakan, hal tersebut merupakan sebuah preseden buruk dalam konsolidasi demokrasi. Padahal hadirnya demokrasi di Indonesia sudah dimulai sejak Pemilu Tahun1999. Pemilu 1999 merupakan pemilu pertama yang menghadirkan demokrasi di Indonesia. Bahkan pengamat internasional bilang itu pemilu Indonesia yang bebas dan jujur.
“Apakah pemilu dan pilpres 2024 bisa jujur dan imparsial, menurut saya tidak. Sebab hal ini sudah diingkari sendiri dengan berbagai peristiwa yang menunjukkan hal yang justru bertentangan dengan demokrasi,” kata Todung.
Todung mengingatkan bahwa nasib bangsa saat ini dan ke depan ada di tangan seluruh masyarakat dan juga di tangan kepala desa dan perangkat desa. Semua diharapkan untuk menjalankan imparsialitas dalam pelaksanaan pemilu 2024 dan demokrasi Indonesia.
“Kalau kepala desa tidak bisa menjaga netralitas maka jangan berharap hasil pemilu 2024 punya legitimasi,” kata Todung.
Todung menegaskan, TPN Ganjar-Mahfud bersama dengan civil society menginginkan pemilu berlangsung fair dan semua pihak bisa menjaga komitmen netralitas aparat negara.
“Mari kita jaga integritas pemilu. Bayangkan kalau kita punya pemerintah yang tidak punya legitimasi apakah akan efektif?” kata Todung balik bertanya.
Menurut Todung, demokrasi akan terus langgeng kalau negara memberikan kesempatan yang fair dan sama terhadap semua paslon peserta pilpres 2024.
“Awal muasal kecurangan pemilu atau pilpres akan sangat merugikan kita sebagai bangsa. Apakah kita akan mewariskan ke anak cucu kita dengan demokrasi yang rapuh?” kata Todung kembali bertanya.
Todung mengatakan, hal terpenting dijaga adalah pemilu yang fairness. Jadi kalau ada kegiatan kampanye yang melibatkan aparat pemerintah dan aparat desa maka hal seperti ini tidak boleh terjadi.
Pada kesempatan itu, Todung juga mengungkapkan dirinya mendapatkan laporan dari Sekretaris TPN Ganjar-Mahfud yang juga Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat kunjungan ke Palu dan memberikan pengarahan di kantor DPC PDIP Palu, ada 8 orang polisi mendatangi kantor itu.
Sebelumnya Todung mendapatkan laporan bahwa ada juga peristiwa polisi mendatangi kantor DPD PDIP Sulawesi Tengah (Sulteng).
“Konon bahkan ada Intel yg ikut duduk di rapat DPD PDI Perjuangan Sulteng. Meski pun petugas tadi tidak melakukan apa-apa tapi ini bisa jadi beban psikologi merasa tertekan. Hal seperti tidak boleh terjadi. Ini akan kami laporkan ke Bawaslu. Karena ini bukan yang pertama kali terjadi,” pungkas Todung Mulya Lubis.